
::Jaka Aris Napitupulu
Jong Medan, kutulis resahku ini di subuh yang tengik. Di detik kelima belas selepas peluit akhir pertandingan MU vs Munich. Payah. Dukaku tersentak, ini kekalahan telak. 3-2. Jong, rasanya tubuhku seperti ditembus moncong peluru ’98 Maseur laras berat. Arteri leherku seperti ditebas belati. Perih.
Jong Medan, ingatkah kau tentang tragedi Munich ’58, kala delapan serdadu Bursby tewas di medan langit. Itu selepas kemenangan atas Belgrade, bukan? Berandai jika menang, Niatku di subuh ini akan meyalakan dupa mengenang arwah Bent, Byne, Colman, Edward, Jones, Pegg, Taylor dan Wheland. Sayang, kuurungkan niat sebab kecewaku memuncak. Rintih perkabungan mengisaki puing-puing kejayaan. kupandang lemah layar TV. Komentator tiada henti mencibir Fergie, Jong. Subuhku kian pasrah. Sepasrah fergie kala menilik rengek ronaldo yang ingin hengkang ke Madrid. Harapku buyar, selamat tinggal angan final. Bernabeu.
:: Imay ifdlal Fahmy
*
Aku bertemu anak kelana. Kasat mata kubaca geriknya:
pembuntut perawan
ah, dia,-
Dia di kala hati dia dapat meruntuh hati perawan. Perawan dan tingkah perawan dibuatnya larut
Sekian detik dia bawa perawan hijrah pada suatu muara. Muara di mana poros muara acap membentuk cinta dia
**
Kueja terus setiap geriknya, Cara rayunya, Cara alaynya, Cara gombalnya
(Ah, Dasar penyetia)
::Resa Pratama
Waktu telah memberi jalan;
Kau singgahinya dengan helai-helai
rambut gelombang
(kupikir panjangnya seperti nisan)
Kudapan riwayatmu tanpa isak air mata
yang kosong yang hampa
tanpa dosa: entah luka
dan jika sampai pada juluran ujung
kau hisap rokok sepotong;
(menafsir cerita sendiri-sendiri)
::Dicky Nugraha
Seseorang mengetuk tidur
Lantas masuk dalam mimpiku
Bujang rengasdenglok!
(Ah, seharusnya nona bugil yang datang)
kau menyapa dengan lubuk bimbang
kubalas dengan tanya;
adakah yang kau bawa?
ini, selembar rentetan kata
tentang harap kusam
dari perhelat malam;
untuk siapa?
Nafasmu terengah,
aku mencium harum
Wanita bale endah,-
::Ahmad Syauqi
Tuan Parlente, kau datang dari kota tawa
dengan misi membawa lagu kemenangan;
gelap langit kau anggap terang;
bayang dan jejak di antara sebilah belati
yang entah apa maksudnya.
Aku ingat, kisah tigaratus video biru
yang kau beri selepas sholat
Tawaku berceceran,
Puas kunyalakan bara;
Liar, hingga aku terbakar juga.
Namun aku terhenyak kala kuterka ini isyarat,
Maksudmu hidup seperti langit.
Ada hitam ada putih, bukan?
::Reza Rianto
Angin-angin bergedesau
Dan kabisat dan moncong pisau
Dekap waktu merisau
Lorong-lorong kampus payau
Jadilah aku galau
(dan kuukir namamu di surau)
menanti pengulur hidup
Dan harap sukar meredup
Ini sudah cukup
kudengar kisahmu sayup-sayup
(ikhwal tetabuhan do’a)
::Deden Zainal Muttaqin
Ra D e
De n
rangkai serenada Partere::
Fa
J j a
R o
S s i
::Muhammad Zacky
di hulu senyap, aku terhisap radio Franksford ‘78
terpaksa kujamahi hutan-hutan frekuensi
jua kurasa hunus suara
bak beringin tergesek angin.
hingga
satu alunan menyelusup-masuk telinga,
Dangdut rupanya.
Bergoyanglah nadiku
Berjingkrak seiring irama
Dendang-dendang merdu para tetabuh
Hawa Liriknya sejuk terasa
Menyirat pemuda menuju australia
::Muhammad Aldi Febrian
Datanglah pada suatu altar
Dengungkan pesta-sorak revolusi
Usunglah warna-warna semangat
Terang membentuk kemilau
Maka jika telah sampai
Aku berjingkrak- harap mutlak
menjurus puncak
::Ahmad Taoziri
Aih, warta nilai melambai tangan
Bergegas menuju masa yang urung usai
Satu jalan engkau menggenggam;
Ambisi menyamar di balik pedati
Mengantar cita menjadi nyata
::Imam Akhmad
Dengan ocehan liar,
Kurindui diskusi kewarganegaraan
Tapi kapan, kawan? Sahut-menyahut politik lagi.
Cemasku gemas, hanya membui di ruang benak
Rumah Tirani, Juli 2010
0 komentar:
Posting Komentar