Restu Nur Wahyudin

-Teacher, Writer, and Adventurer-

Menanti Mahasiswa Intelek

Leave a Comment



ADA suatu hal yang mengganjal di pikiran saya ketika melihat para siswa berprestasi UN mendapat penghargaan dari presiden Indonesia. Disatu sisi, saya bangga akan hasil Ujian Nasional (UN) mereka, disisi lain saya miris akan pelaksanaan UN yang sarat akan kelicikan. Bagaimana siswa yang terkesan biasa-biasa mendapat nilai sempurna dari pelajaran yang dianggapnya sulit. Atau bagaimana pula siswa yang pintar, ternyata tidak lulus UN.

Tak dapat dipungkiri jika saat ini Indonesia masih bergelut dengan banyak masalah. Dari mulai masalah politik, sosial hingga pendidikan tercampur didalamnya. Hal ini berdampak pada kualitas bangsanya jika disejajarkan dengan kualitas bangsa dari negara-negara yang perkembangannya kian dinamis.

Untuk berusaha mengejar ketertinggalan itu, harus disadari, tidak seperti membalikkan telapak tangan. Ada banyak tantangan dan rintangan yang telah menanti. Dibutuhkan tekad dan semangat yang tinggi untuk merealisasikannya.

Harapan bangsa Indonesia akan perubahan kearah yang lebih baik, selayaknya bukan menjadi angan kosong belaka. Tidak ada sesuatu yang tidak mungkin. Artinya, Indonesia akan berubah jika berhasil membenahi masalah-masalah yang ada didalamnya.

Syaratnya adalah membenahi kualitas dari bangsa Indonesia itu sendiri. Harapan yang besar, layak disematkan kepada para calon mahasiswa yang sebentar lagi masuk ke jenjang perguruan tinggi. Otomatis kelak tugas sebagai mahasiswa akan ada di bebannya. Meskipun hal tersebut tidak terlepas dari carut marutnya pelaksanaan ujian nasional (UN) tingkat SMA sederajat yang sarat akan nuansa kelicikan dan ketidakjujuran.

Mahasiswa dalam hal ini merupakan golongan akademis yang sangat terdidik. Mereka terdidik karena berbagai proses pendidikan yang telah mereka dapatkan, mulai dari awal saat sekolah dasar hingga sampai pada jenjang perguruan tinggi.

Pendapat populer, dikemukakan oleh Arbi Sanit. Ia mengemukakan ada lima sebab yang menjadikan mahasiswa peka dengan permasalahan kemasyarakatan sehingga mendorong mereka untuk melakukan perubahan.

Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai pandangan luas untuk dapat bergerak di antara semua lapisan masyarakat.

Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama mengalami pendidikan, mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara angkatan muda.

Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik melalui akulturasi sosial budaya yang tinggi di antara mereka.

Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas susunan kekuasaan, struktur ekonomi, dan akan memiliki kelebihan tertentu dalam masyarakat, dengan kata lain adalah kelompok elit di kalangan kaum muda.

Kelima, seringnya mahasiswa terlibat dalam pemikiran, perbincangan dan penelitian berbagai masalah masyarakat, memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian mengangkatnya ke jenjang karier.

Sejarah Indonesia pun berkata demikian. Baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan Indonesia, mahasiswa merupakan salah satu kekuatan pelopor disetiap perubahan. Tumbangnya Orde Lama tahun 1966, Peristiwa Lima Belas Januari (MALARI) tahun 1974, serta hancurnya kedigdayaan Orde Baru tahun 1998, menjadi bukti akan kekuatan mahasiswa.

Mahasiswa Intelektual
Mahasiswa acapkali disebut dengan kaum intelektual. Dalam hal ini, Intelektual bukanlah dilihat dari jabatan, tapi lebih kepada integritas yang melekat pada mahasiswa yang dianugrahi ilmu yang amat luas untuk memperjuangkan umat manusia.

Edward W. Said dalam Representations of Intellectual (1995) mendefinisikan bahwa kaum intelektual adalah pencipta sebuah bahasa yang mengatakan kebenaran kepada penguasa. Artinya mahasiswa dalam proses memperbarui kualitas indonesia, tidak terkekang oleh kuasa-kuasa yang ada di sekelilingnya. Tidak juga netral melainkan harus membela kaum yang tertindas.
Intelektual merupakan anugrah yang dimiliki oleh individu untuk dapat menyampaikan dan menyalurkan pandangan dan siap akan suatu keadaan.

Sayangnya, akhir-akhir ini tidak semua mahasiswa yang murni termasuk kedalam kaum intelek. Banyak mahasiswa yang hanya lebih mengedepankan nilai akademis ketimbang apa yang telah dipersembahkannya untuk perkembangan indonesia.

Menarik untuk disimak sepak terjang calon mahasiswa baru yang notabenenya telah lulus UN dengan berbagai masalahnya. Harap bangsa untuk mereka adalah menjadi mahasiswa intelektual. Mahasiswa yang bukan semata berorientasi kepada kepuasan dan kesuksesan pribadi saja, melainkan juga mampu “berbicara banyak” akan perkembangan Indonesia kedepannya.


Lembang, 19 Mei 2010
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar