Restu Nur Wahyudin

-Teacher, Writer, and Adventurer-

Pertunjukan Layang Salaka Domas

Leave a Comment

Mimpi akan padjajaran yang akan hancur dan menghadapi perang saudara selalu dirasakan oleh padmawati kala tidur. Ia selalu dirundung cemas. Dalam mimpinya itu, hanya ada satu jalan keluar yang dapat menyelesaikan masalah tersebut. yaitu dengan mencari sebuah benda pustaka, layang salaka domas.

Padmawati, istri prabu siliwangi sangat percaya akan mimpi yang acapkali menimpanya tersebut. Maka dengan berbagai pertimbangan, padmawati lantas menceritakan mimpinya pada prabu siliwangi. Setelah prabu siliwangi mengerti inti dari mimpi tersebut, Maka diutuslah anaknya mundinglaya dan cucunya suntenjaya.

Mundinglaya yang sebelumnya dikeram di bui, akhirnya dibebaskan demi mencari pustaka layang salaka domas. Dalam pencarian pustaka tersebut, mundinglaya dan suntenjaya diuji dengan arti kebersamaan dan kesetiaan. Rupanya suntenjaya memiliki sifat licik dalam hatinya, diam-diam dia ingin memiliki cinta dewi asri, wanita yang menyukai mundinglaya. Adapun untuk dapat menaklukan cinta dewi asri, Ia harus dapat menemukan pustaka layang salaka domas.

Di tengah perjalanan, suntenjaya memulai aksi liciknya, yaitu kala tepat mundinglaya dan suntenjaya harus menghadapi perlawanan salahsatu musuhnya. Suntenjaya yang terhasut oleh manisnya cinta, lantas menyuruh mundinglaya untuk melawan musuhnya. Mundinglaya mati, sedang suntenjaya mendatangi dewi asri mengaku jika ia telah menemukan pustaka layang salaka domas.

Di satu sisi mundinglaya yang telah terkapar tak bernyawa ternyata dihidupkan kembali oleh utusan dari kayangan. Mundinglaya akhirnya terbangun, hingga ia mengerti jika pustaka layang salaka domas yang sebenarnya tersebut letaknya ada di dalam hati kita sendiri. Maka pustaka tidak perlu dicari, melainkan kta harus mengerti diri kita sendiri.

Sepenggal cerita dari pagelaran drama laying salaka domas tersebut, sekiranya dapat menjadi gambaran akan alur demi alur ceritanya. Dengan tema pertunjukan cerita sunda sebagai pelestarian budaya nusantara, pagelaran tersebut sarat akan unsur sastra maupun budaya. Jelas hal ini tidaklah berlebihan, karena dikemas dengan berbagai unsur yang cukup menghibur.

Dengan alur cerita yang maju mundur, membuat penonton menjadi penasaran. Latarnya pun tidak hanya di satu tempat, melainkan di beberapa tempat yang berbeda. Diawali dengan cerita seorang nenek kepada cucunya akan kebesaran padjajaran. Latar berganti pada masa lampau, di salahsatu babak, kamaludin yang bertindak sebagai tokoh dan sutradara, berusaha menyelipkan unsur-unsur hiburan. Yaitu ketika asep, cucu nenek masuk dalam salahsatu adegan. Sedang para tokoh terdiam.

Cerita dari pagelaran sastra tersebut tampak hidup karena diiringi dengan gamelan yang kala itu tak kalah atraktif menghibur para penonton. Suara gamelan khas sunda, terasa selaras mengiringi alur demi alur cerita dalam pagelaran tersebut. Adapun dilihat dar isi cerita, sutradara sendiri mengakui jika ia berusaha melencengkan jalan cerita. Hal ini dapat berdampak negatif pun positif.

Baiknya jika pagelaran sastra tersebut akan tambah menghibur jika ceritanya dilencengkan, namun di satusisi, cerita sejarah yang notabenenya adalah warisan bagi para calon generasi bangsa, justru akan menjadi suatu masalah jika ceritanya terdiri dari berbagai versi.

Dilihat dari penokohan, para tokoh pagelaran salaka domas mampu menyajikan pertunjukan yang salangat menarik. Terlepas dari baiknya penokohan, masih saja ada beberapa tokoh yang tampil kurang maksimal. Hanya saja tertutupi oleh penampilan memukau dari mayoritas tokohnya. Berbeda dengan pagelaran-pagelaran sastra sebelumnya, laying salaka domas berusaha untuk melibatkan para penonton dalam ceritanya. Interaksi antara penonton dan tokoh tampak jelas, sebab dalam salahsatu adegan, latar cerita terletak di arah tribun penonton. Otomatis, akan meningkatkan sisi hiburan dari pementasan tersebut.

Menyelipkan kritik politik

Terlepas dari unsur sastranya, laying salaka domas berusanya menyelipkan kritik politik dalam salahsatu adegannya. Yaitu kala para rakyat mempertanyakn arti demokrasi pada suntenjaya. Adegan tersebut dapat meluluhkan hati para penonton yang merasa terhibur. Namun justru ini merupakan blunder tersendiri dari pagelaran tersebut. Jika memakai logika, mana ada istilah demokrasi pada jaman padjajaran, sebab pada masa itu lebih condong pada istilah feodalisme.

Dilihat dari properti dan make up dari pagelaran tersebut, dapat dikatakan layang salaka domas merupakan yang terbaik dari para pendahulunya. Properti tampak megah serta make up yang sifatnya realis semakin menghidupkan sifat para tokohnya. Hanya saja, layang-layang yang ditempeli di atas tempat pagelaran menjadi tanda Tanya besar bagi segelintir penonton yang sangat kritis dalam penilaian pagelaran drama tersebut. Hal ini dikarenakan unsure layang-layang dalam cerita tersebut hanya sedikit. Artinya akan lebih baik jika tanpa properti layang-layang yang notabenenya tidak akan selalu ada dalam beberapa adegan cerita.

Terlepas dari segala kekurangannya, layang salaka domas mampu menyalurkan amanat yang dapat dipetik oleh para penontonnya. Bahwa ingin menegaskan arti cinta, kesetiaan serta kebersamaan. Selain itu, pagelaran sastra ini sangat bermanfaat dalam pelesarian khazanah budaya Indonesia, khususnya budaya sunda yang bergerak dinamis melawan peradaban.

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar