Restu Nur Wahyudin

-Teacher, Writer, and Adventurer-

Saatnya Investasi Pengalaman Kerja

Leave a Comment
Ada yang akan lulus akhir tahun ini? Siap-siaplah antre mencari kerja. Mau ”booking” urutan berapa? Aha..., tak ada yang bisa memastikan nomor antrean kamu. Yang jelas, kamu akan masuk urutan dua juta ke atas karena memang sebanyak itulah pengangguran intelektual kita.

” Saya tak takut... saya kreatif, inovatif, percaya diri...,” begitu banyak komentar yang masuk ke e-mail Kompas Kampus.

Jika hingga kini sampai mahasiswa semester akhir kamu masih tetap santai, pacaran keterlaluan, IP jeblok, tak pernah berorganisasi, tak pernah punya keahlian spesifik, dan tak ada minat berwirausaha, itu sama saja membunuh masa depan diri sendiri.

Ah, kesempatan kerja itu, kan, sebagian karena keberuntungan dan koneksi berbasis nepotisme? Tidak selamanya kawan!

Sebagian besar memang benar-benar terukur, berdasarkan prestasi, keahlian, pengalaman kerja, pengalaman berorganisasi, kemandirian, dan kesan pertama pencari kerja terhadap pribadi kamu dan curriculum vitae (CV) kamu.

Lulus kuliah dalam kondisi menganggur adalah sesuatu yang benar-benar membuat dunia kita seperti runtuh. Selain malu, ada beban ekonomi yang harus dipanggul. Jadi, persiapkan baik-baik, pupuk motivasi kamu, dan pastikan nanti kamu bisa menghiasi CV kamu dengan biodata yang mengesankan.

Makanya, jangan heran, jangan pernah mencibir teman-teman kamu yang mendapat tugas magang di berbagai bidang kerja. Magang adalah pengalaman awal untuk menyerap iklim kerja dan menyesuaikan diri dengan keahlian yang dimiliki.

Christy Pattipeiluhu, Communications Specialist dari IBM Indonesia, mengatakan, tak bisa dimungkiri bahwa tenaga kerja yang baru lulus saat ini adalah tenaga kerja yang siap didik. ”Tapi bukan tenaga kerja siap pakai,” katanya.

Magang adalah salah satu cara murah untuk mengondisikan seseorang untuk menuju siap pakai di dunia kerja. ”Melalui berbagai pengamatan, soft skills seperti cara menelepon, cara menulis e-mail, presentasi, berhubungan dengan berbagai kalangan mutlak perlu kembali diajarkan,” tuturnya.

International Business Machine (IBM), salah satu penyedia solusi teknologi, juga menyediakan sarana magang. Namun, tak gampang untuk bisa magang di sebuah institusi.

Menurut Christy, dari hampir 1.000 pelamar dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia, hanya 20 talenta muda yang terpilih pada program apprentice IBM. Apabila para apprentice ini memperlihatkan kemampuan yang menonjol, tidak tertutup kemungkinan untuk direkrut langsung oleh IBM.

”Berbagai hal menarik lainnya, seperti program mentoring ke universitas-universitas juga kami lakukan untuk memberikan gambaran nyata tentang dunia kerja di lingkungan TI yang sesungguhnya,” papar Christy.

Kurang serasi

Dengan cara itu, industri bisa mengomunikasikan kepada perguruan tinggi, tenaga kerja seperti apa yang sebenarnya diinginkan. Persoalan tidak nyambungnya antara perguruan tinggi dan dunia usaha ini memang persoalan klasik yang harus segera dipecahkan.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar juga pernah mengungkapkan hal itu. Bahkan, menurut Muhaimin, akibat kurang serasinya hasil pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan pasar kerja, daya saing Indonesia jadi rendah di mata internasional.

Tingkat daya saing Indonesia hingga saat ini hanya masuk peringkat ke-54 dari 133 negara berdasarkan survei Lembaga World Economic Forum 2010. Pelajaran kewirausahaan di bangku sekolah adalah mutlak diperlukan jika ingin bersaing dengan bangsa lain (Kompas, 11 Oktober 2010).

Benar kata banyak orang, lapangan kerja sebenarnya luas terbentang jika kita kreatif, ulet, inovatif, dan berkemauan keras untuk menciptakan lapangan usaha sendiri. Apalagi di dunia teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) masih banyak celah yang bisa kita tekuni.

Mumpung pesaing-pesaing kamu masih terlelap dan terbuai dengan main-main media sosial seperti Twitter dan Facebook, kini saatnya kamu untuk kreatif. Mulailah bangun kerajaan bisnis kamu sendiri di atas fondasi yang nyata dan berdaya saing tinggi.

Memiliki usaha sendiri dan kemudian menjadi pemimpin di industri bukanlah persoalan ada tidaknya modal. Ini lebih kepada kemauan dan keterampilan membaca peluang.

Misal, jika kamu belum bisa membangun distro pakaian sendiri, bergabunglah dengan teman kamu yang sudah punya. Tak harus menunggu lulus untuk berwirausaha, tak harus menunggu punya modal untuk bisa berbisnis.

Jika kamu belum bisa menyewa toko di pinggir jalan, jadikan website, blog, dan forum jual beli gratisan sebagai showroom atau lapak asongan kamu. Manfaatkan jaringan teman-teman kamu untuk membantu tumbuh kembang bersama.

Jangan malu karena keajaiban bisa bermula dari dukungan kecil teman-teman kamu. Kata forum di sebelah, ”Bantu sundul saja gan... up... up... up!” Kelak, semua itu akan menjadi investasi masa depan kamu. (Amir Sodikin)

Sumber:

http://cetak.kompas.com/read/2010/11/30/04470047/saatnya.investasi.pengalaman.kerja

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar