Restu Nur Wahyudin

-Teacher, Writer, and Adventurer-

Tugas Menganalisis Kesulitan Belajar Siswa

Leave a Comment

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Belajar bagi beberapa siswa merupakan hal yang sangat metakutkan. Siswa cenderung merasa kesulitan ketika diberikan materi pembelajaran. Ilmu-ilmu yang disalurkan oleh guru, seakan ditampik oleh pemikiran siswa itu sendiri.

Kesulitan belajar merupakan sebuah realitas tersendiri dalam dunia pendidikan. Logika sederhananya adalah bahwa tidak semua siswa mampu menyerap pembelajaran yang diberikan oleh guru.

Setiap permasalahan pasti ada penyelesaian. Tidak terkecuali dengan kesulitan belajar siswa itu sendiri. Tentunya sebelum mencari penyelesaian, sejatinya perlu pula mencari konsep dan diagnostik kesulitan belajar.

Dari beberapa bahasan tersebut, kiranya perlu untuk menganalisis lebih lanjut konsep dan diagnostic kesulitan belajar siswa. Dalam hal ini, peran bimbingan dan konseling dapat membantu memecahkan permasalahan siswa.

1.2 Rumusan Masalah

a. Pengertian kesulitan belajar.

b. Identifikasi masalah kesulitan belajar siswa.

c. Faktor yang menyebabkan kesulitan belajar siswa.

d. Cara mengatasi kesulitan belajar.

1.3 Tujuan

a. Mengetahui pengertian diagnostik kesulitan belajar.

b. Mengidentifikasi kasus kesulitan belajar siswa.

c. Mengetahui faktor penyebab diagnostik kesulitan belajar.

d. Mengetahui cara mengatasi kesulitan belajar.

1.4 Metode penelitian

a. Studi literatur

b. Pengamatan dan wawancara.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kesulitan Belajar

Terdapat beberapa pengertian kesulitan belajar menurut para ahli, antara lain.

1. Blassic dan Jones, sebagaimana dikutip oleh Warkitri ddk. (1990 : 8.3)

Kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang normal inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi motoriknya.

2. Siti Mardiyanti dkk. (1994 : 4 – 5)

Menganggap kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut mungkin disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan, mungkin bersifat psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam proses belajarnya.

Kesulitan atau masalah belajar dapat dikenal berdasarkan gejala yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk perilaku, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Menurut Warkitri dkk. (1990 : 8.5 – 8.6), individu yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan gejala sebagai berikut.

1. Hasil belajar yang dicapai rendah dibawah rata-rata kelompoknya.

2. Hasil belajar yang dicapai sekarang lebih rendah disbanding sebelumnya.

3. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.

4. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.

5. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan proses belajar dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.

6. Menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya membolos, pulang sebelum waktunya, dst.

7. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah tersinggung, suka menyendiri, bertindak agresif, dst.

Sedangkan pengertian diagnostik itu sendiri, menurut Thondike dan Hagen (1955:530-532) diartikan sebagai upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang sesksama mengenai gejala-gejalanya.

Dengan mengaitkan kedua pengertian dasar di atas, sehingga dapat didefinisikan dagnostik kesulitan belajar sebagai suatu upaya untuk memahami jenis dan karateristik serta latar belakang kesulitan-kesulitan belajar dengan menghimpun dan mempergunakan berbagai data seobjektif mungkin sehingga memungkinkan untuk mengambil kesimpulan dan keputusan serta mencari alternatif kemungkinan pemecahannya.

2.2 Identifikasi Kasus kesulitan Belajar


Nama: Shinta Permata Puspa

Kelas: VI B

Sekolah: SD Negeri 5 Lembang

Deskripsi Siswa

Shinta Permata Puspa tercatat sebagai siswa kelas VI SD Negeri 5 Lembang. Ia terlahir dengan fisik yang normal. Ia adalah anak ke tiga dari empat bersaudara dari pasangan guru. Ayahnya adalah guru SMP sekaligus pengelola salahsatu komunitas kesenian sunda di Lembang. Sedangkan Ibunya adalah guru sekaligus pembina PAUD Mutiara Ceria Lembang.

Shinta memiliki hobi menulis dan menari. Dari hobi tersebut, ia berhasil meraih prestasi lomba tari sunda se- Bandung Barat, dan puisinya pernah dimuat di beberapa rubrik anak surat kabar, di antaranya kompas anak, peer kecil, dan media anak.

Rutinitas Shinta sehari-hari adalah sekolah, pulang, bermain, dan belajar di malam hari. Rutinitas yang cenderung sama dengan anak-anak seusianya. Jarak sekolah dari rumahnya tidak terlalu jauh, sekitar satu kilometer. Sedangkan tempat bermainnya biasa dilakukan di sekitar rumah.

Deskripsi Permasalahan

Meskipun Shinta memiliki perestasi non akademik, tetapi prestasi akademiknya dapat dikatakan biasa. Hal ini terjadi karena Shinta memiliki permasalahan pada kebosanan belajar di kelas. Padahal, hampir setiap hari, intensitas belajar siswa-siswi SD Negeri 5 Lembang bayak digunakan di kelas.

Shinta lebih menyukai membaca dan belajar di rumah ketimbang menyimak materi yang dipaparkan oleh guru. Tidak ada mata pelajaran yang ia takuti di sekolah, termasuk mata pelajaran eksak. Akan tetapi dilihat dari ujian, nilai rata-rata setiap mata pelajaran shinta adalah tujuh.

Hampir di setiap waktu, Shinta selalu merasakan resah jika berdiam diri di kelas. Beruntung Shinta memiliki teman-teman yang cukup mendukung dan menghibur Shinta saat di kelas. Meskipun demikian, dapatlah ditarik kesipulan bahwa permasalahan Shinta terletak pada kebosanan belajar di kelas.

Deskripsi Lingkungan Belajar

Lingkungan belajar Shinta di rumah, dapat dikatakan cukup menunjang. Ia memiliki komputer, lengkap dengan alat pencetaknya. Selain itu, untuk memuaskan hobinya, Shinta memiliki banyak koleksi buku baik pelajaran maupun buku sastra. Shinta selalu belajar di kamar. Ukaran kamarnya adalah 2 x 4 meter. Beberapa temannya suka belajar bersama di rumahnya.

Dalam lingkungan sosial, Shinta memiliki keluarga yang sangat mendukung kebebasannya untuk mengembangkan potensi. Meskipun sang ayah memiliki kultur seni, kegemaran Shinta untuk menari lahir dari dirinya sendiri. Tanpa ada desakan dari orang tua untuk memokuskan diri di bidang seni. Selain itu, shinta memiliki teman-teman yang cukup dekat. Itu terjadi karena sifatnya yang terbilang mudah untuk bergaul.

Di Lingkungan sekolah, kondisi infrastruktur secara keseluruhan dapat dikatakan masih cukup menunjang. Meskipun masih terlihat corat-coret pada beberapa dinding sekolah. Sedangkan jika dikhususkan di lingkungan kelas, keadaan kursi dan meja masih terlihat baru. Akan tetapi, tidak ada hiasan-hiasan yang terpampang di dalam kelas. Selain foto presiden, wakil presiden, lambang garuda, jadwal piket, dan jadwal mata pelajaran.

2.3 Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa

Berdasarkan identifikasi masalah kesulitan belajar siswa, terdapat beberapa faktor penyebabnya.

Pertama, faktor internal siswa. Motivasi belajar siswa di kelas cenderung minim. Bahkan Shinta lebih menikmati belajar bersama teman di rumahnya. Hal ii berdampak pula pada semangat meraih prestasi akademik dari siswa itu sendiri. Perstasi akademik Shinda cenderung biasa dan konstan.

Kedua, faktor eksternal siswa. Ruang kelas yang terbilang minimalis menjadi persoalan tersendiri dalam suasana belajar. Selain itu, metode mengajar guru belum dapat membantu untuk memberikan semangat siswa untuk belajar.

2.4 Cara Penyelesaian Masalah

Setelah mendapatkan dasar yang kuat bahwa permasalahannya terletak pada motivasi belajar siswa di kelas dan fasilitas ruang kelas tersebut. Dapatlah dikhususkan penyelesaian masalah kesulitan belajar siswa.

Jika lingkungan fisik berdampak timbulnya perasaan negatif dan memingatkan siswa pada pengalaman tidak manusiawi, tentunya lingkungan itu akan memberi pengaruh negatif pada pembelajaran.

Pada kasus Shinta, ia lebih menikmati belajar di rumah karena failitas yang cukup menunjang dan memberikan motiasi untuk belajar. Terkait hal tersebut, Dave Meier dalam bukunya yang berjudul “The Accelerated Learning Handbook” memberikan solusi untuk mengatasi suasana kelas yang terbilang minimalis.

Menurutnya perlu ada penyiasatan yang dinamakan olehnya pariferal. Pariferal adalah apa saja dalam lingkungan yang dapat menambah warna, keindahan, minat, dan rangsangan yang jika memungkinkan berisi informasi yang berhubungan dengan pelajaran. Beberapa sarannya adalah suasana kelas perlu diisi oleh hiasan dinding, tanaman, japlak meja berwarna, lukisan, dan segala macam dekorasi.

Terkait penyiasatan dalam metode pembelajaran itu sendiri, perlulah kiranya sesekali guru melakukan proses belajar mengajar di luar kelas. Mengajak siswa untuk mengetahui kenyataan yang berdasar pada teori. Dari pembelajaran di luar kelas, akan menghasilkan hubungan emosial yang lebih ketara antara guru dan siswa.

Patut disadari, hubungan adalah pilar penting dari pembelajaran. Sadar ataupun tidak, sejak awal setiap orang harus merasa tidak terasing secara sosial, tetapi berada dalam suatu komunitas yang saling peduli, yakni setiap orang bertanggung jawab atas orang lain dan setiap orang bisa menjadi guru sekaligus murid.


BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Dagnostik kesulitan belajar sebagai suatu upaya untuk memahai jenis dan karateristik serta latar belakang kesulitan-kesulitan belajar dengan menghimpun dan mempergunakan berbagai data seobjektif mungkin sehingga memungkinkan untuk mengambil kesimpulan dan keputusan serta mencari alternatif kemungkinan pemecahannya.

Kasus kesulitan belajar yang dialami Shinta terletak pada kejenuhan belajar di kelas. Faktor dari permasalahan tersebut disebabkan oleh suasana lingkungan kelas yang sederhana, selain itu metode pembelajaran guru yang masih belum dapat menyiasati permasalahan tersebut.

Adapun beberapa rekomendasi penyelesaiannya adalah perlu dibentuk suasana lingkungan kelas yang semarak, salahsatunya disediakan hiasan dinding, dan taplak berwarna cerah. Sedangkan dalam metode pembelajaran, sebaiknya guru sesekali melakukan proses belajar mengajar di luar kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Suherman, Uman, AS.,M.Pd. 2010. Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rizki Press.

Meier, Dave. 2005. The Accelerated Learning. Bandung: Kaifa.

Salahudin, Anas. 2010.Bimbingan dan Konseling. Bandung: Pustaka Setia.

Burton,W.H. (1952) The Guidance of Learning Activities,N.Y: Apleton-Century and Crofts,Chapter 2 and 6

Champion,R.A.(1968) Learning and Activation,N.Y.:Willey and Sons,Part E and G

Syamsyudin Makmun, Abin. 2009. Psikologi Kependidikan, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA Bandung.

http//dakoepunya.wordpress.com/2010/01/landasan-bimbingan-konseling/

http://komunitassosial-hsr.wetpaint.com/page/Permasalahan+siswa+di+sekolah

http://pandidikan.blogspot.com/2010/11/dasar-prinsip-dan-pendekatan-bimbingan.html

http://suryannie.wordpress.com/2010/11/27/masalah-masalah-siswa-di-sd

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar