Restu Nur Wahyudin

-Teacher, Writer, and Adventurer-

Gadget dan Student Journalism

Leave a Comment
*Dimuat dalam forum guru harian Pikiran Rakyat, 13 Nopember 2013.

Sumber gambar: mumbub.com

Beberapa waktu yang lalu publik digemparkan dengan beredarnya video tak senonoh yang dilakukan pelajar salah satu sekolah di Ibu kota. Hal tersebut menambah potret buram dunia pendidikan Indonesia. Setidaknya terdapat catatan penting yang dapat kita refleksikan bersama, pemakaian gadget yang disalahgunakan oleh pelajar.

Tentu kita tidak bisa menutup mata terhadap maraknya pemakaian gadget di kalangan pelajar. Kualitas gadget yang dimiliki pelajar kian hari kian canggih. Dulu, agar dapat mendengarkan musik, memotret, dan membuat film pendek seorang pelajar harus membawa tiga gadget yang berbeda. Kini, semuanya telah terintegrasi dalam sebuah gadget berupa telepon genggam. Pelajar cukup mengunduh secara gratis untuk mendapatkan aplikasinya.

Gadget bak dua sisi uang logam. Satu sisi, mengarahkan pelajar pada kegiatan serba praktis dan otomatis seperti robot. Sisi lain, memudahkan pelajar untuk mengenal dunia. Mencari dan berbagi informasi kepada publik tanpa mengenal jarak dan waktu. Sisi ini merupakan sisi positif yang dapat diserap pelajar dari sebuah gadget.

Sisi positif itupulalah yang kian mengarahkan pelajar menjadi student journalism (jurnalisme pelajar). Student journalism dimaknai sebagai kondisi pelajar yang tidak hanya mengonsumsi produk jurnalistik dalam media massa, tetapi juga menghasilkan produk jurnalistik untuk selanjutnya dibagikan pada publik secara luas. Adapun produk jurnalistik tersebut dapat berbentuk foto, video, dan tulisan yang menampilkan sebuah peristiwa.

Jika dimanfaatkan dengan baik, student journalism dapatmenjadi peluang untuk mengimplementasikan materi pelajaran yang didapat disekolah secara tekstual maupun kontekstual. Student journalism pun sejatinya tidak tersekat oleh satu disiplin ilmu. Guru dapat memanfaatkannya dalam berbagai mata pelajaran agar dinamis.

Taruhlah jika secara tekstual, pelajar diajarkan materi tentang penggunaan bahasa baku. Melalui kerja student journalism ia dapat pula memahami secara kontekstual bahwa rupanya dalam kehidupan sehari-harimarak sekali penggunaan bahasa yang tidak baku di ruang formal. Ia lalu mengangkat pengalamannya tersebut dalam bentuk video berita. Kemudian membagikannya melalui media sosial semisal facebook dan twitter.

Memanfaatkan gadget sebagai sarana student journalism, tentunya akan dengan mudah diaplikasikan bagi pelajar di sekitar perkotaan. Hal ini berhubungan dengan ketidakmerataan akses gadget dan juga koneksi internet bagi pelajar di Indonesia. Terlepas dari hal tersebut, setidaknya terdapat tigahal yang dapat merealisasikan studentjournalism.

Pertama, guru harus mengusai gadget. Keterpahaman guru terhadap gadget sangat penting, terlebih untuk menentukan produk dari student journalism itu sendiri. Ambil contoh jika seorang guru mahir menggunakan aplikasi fotografi dalam telepon genggamnya, dengan begitu akan mudah mengarahkan siswa untuk menghasilkan produk student journalism berupa foto. Jika pelajar lebih unggul dalam pengaplikasian gadget, maka akan memunculkan rasa ketidakpercayaan pada guru.

Kedua, pelajar harusdipahamkan bentuk jurnalistik yang sehat. Student journalism bukan sekadar menyebarluaskan foto, video, dan tulisan di media massa. Guru harus memahamkan pelajar tentang produk jurnalisme yang sehat. Selain harus memuat unsur jurnalistik (5W+1H), setidaknya produk student journalism tersebut harus mengandung unsur fakta, tidak mengarah pada unsur vulgar, serta tidak memecah SARA.

Ketiga, ada pendampingan dari guru terhadap produk student journalism. Guru hendaknya memastikan bahwa produk student journalism layak dikonsumsi oleh publik. Agar dapat memastikan pendampingan tersebut, hendaknya guru membuat sebuah media yang dapat menampung produk student journalism. Misalnya membuat grup dalam media sosial atau membuat laman gratis seperti blogspot, wordpress, dan tumblr.

Student journalism merupakan bentuk positif pemanfaatan gadget di kalangan pelajar. Selain arahan dan inovasi yang dilakukan oleh guru, bagaimanapun lingkungan keluarga sangat berperan untukmengontrol pemanfaatan gadget bagi pelajar.

*Restu Nur Wahyudin, Bergiat di Forum Pengajar Muda Progresif (FPMP).
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar