Restu Nur Wahyudin

-Teacher, Writer, and Adventurer-

Meretas Jalan Generasi Penulis

3 comments


Pekerjaan terbaik adalah pekerjaan yang sesuai dengan kegemaranmu. Demikian banyak orang berujar. Kata-kata tersebut saya yakini benar adanya sampai kini berkarier di dunia pendidikan.

Rasanya, seperti ada kelegaan batin ketika apa yang kita ajarkan dapat berguna untuk semua. Setiap waktu bisa melihat semangat masa depan negeri ini pada mata jernih anak-anak. Membuka nalar insan yang alpa, menjadi para pengukir makna peradaban.

Memilih karier sebagai guru tak lahir dari diri sendiri. Saya jatuh hati pada sosok-sosok sejarah yang berjuang memerdekakan negara ini dengan pendidikan. Sosok yang menjadikan akal dan nalar untuk ditebar pada mereka yang terjajah.

Salah satu sosok inspirator itu adalah Raden Dewi Sartika. Ia berani mendobrak budaya masyarakat era kolonial dengan mendirikan sekolah untuk perempuan di tanah pasundan. Berkat jasanya, perempuan sunda dapat mengenyam ilmu, tak sebatas bergantung pada orang tua dan suami.

Hari ini kondisinya memang berbeda dengan masa Rd. Dewi Sartika hidup. Kita telah merdeka dan tak ada diskriminasi pendidikan perempuan. Namun, spirit perjuangannya memberantas kebodohan akan selalu jadi teladan. Terinspirasi dari nilai-nilai perjuangan Rd. Dewi Sartika, saya menyusuri takdir menjadi guru.

Generasi Penulis
Segalanya bermula dari keresahan saya terhadap sisi lain era milenial. Kita semakin mudah mengakses informasi melalui gawai. Hanya saja, kemudahan tersebut seakan jadi bumerang. Melalui media sosial, kita dihadapkan pada informasi ringkas yang berlalu begitu cepat. Kita jadi terbiasa dan lapar akan informasi. Belum sempat menyerap satu teks, sudah datang jejalan teks lainnya.

Alih-alih turut serta mencipta, kita cenderung jadi penikmat dari teks yang terus berkembang. Padahal kemudahan informasi menjadi modal penting dalam berkarya. Tak heran jika saat ini masih minim budaya menulis di kalangan pelajar Indonesia.

Hal itu yang melecut misi saya dapat berkontribusi. Berbekal keterampilan menulis yang telah ditempa saat masih jadi mahasiswa, saya bertekad untuk mencetak generasi penulis. Sebagai catatan, tulisan saya berupa esai dan cerpen tersebar di media cetak, seperti Pikiran Rakyat, Republika, Suara Merdeka, Galamedia, Inilah Koran, dan Kompas.

Tahun ini adalah tahun keempat saya menapak jejak sebagai guru. Sampai tulisan ini tuntas, ikhtiar menebar ilmu penulisan setidaknya mulai tampak. Buah kreativitas anak didik saya tersebar di media cetak, mulai dari Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Riau Pos, hingga Kompas. Adapun bentuk karyanya beragam, seperti puisi, esai, cerpen, dan cerita bergambar.

Sejumlah karya anak didik saya di surat kabar.

Dalam ranah kompetisi, anak-anak juga memiliki prestasi yang membanggakan, seperti juara 1 lomba cerpen FLS2N Depok (2016), juara 2 cerpen FLS2N Jabar (2016), perwakilan Jabar lomba cerpen OLSN tingkat nasional (2017), dan juara 1 lomba cerpen tingkat Asia, Asian Story-Writting Challenge yang diikuti 18 negara di Asean.

Saya diapit Difla Nagib (kiri) peraih juara 1 lomba menulis cerpen FLS2N Depok 2016 dan Najma Aurora (kanan) peraih juara harapan 2 lomba cerpen FLS2N Depok serta mendampingi Fayanna mewakili Jabar dalam Olimpiade Literasi Siswa Nasional.

Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi inspirasi membentuk generasi penulis di kalangan pelajar. Meretas jalan generasi penulis Indonesia.

Diary Pembaca
Tanpa membaca, rasanya mustahil akan menjadi penulis. Seumpama seseorang yang ingin bertubuh kekar tapi tak makan dan berolahraga. Membaca adalah kegiatan mengasup gagasan bagi penulis.

Di kelas, saya mencoba mengajak anak gemar membaca melalui diary pembaca. Diary pembaca adalah catatan harian pegangan anak. Selain diisi oleh catatan harian, saya mengarahkan anak untuk mengisinya dengan kutipan-kutipan menarik dari teks yang mereka baca. Atau, bagi yang gemar menggambar, anak dapat menggambar sketsa yang terinspirasi dari teks bacaan. Pengisian Diary pembaca bisa dilakukan di manapun kala anak-anak luang dan tuntas membaca.

Saya merekomendasikan anak-anak untuk membaca buku sastra, seperti novel, cerpen atau puisi. Melalui sastra anak dapat menemukan kata-kata indah dan makna dari tiap peristiwa.

Dokumentasi kegiatan proyek diari yang dilakukan tahun 2017 di kelas 7 SMP Islam Dian Didaktika

Kegiatan ini mengolaborasikan keterampilan membaca dan menulis. Saya tak muluk-muluk, anak tak perlu panjang menulis kesan dari buku yang mereka baca. Dua atau tiga kalimat juga sudah cukup selama konsisten.

Tujuan diary pembaca adalah anak-anak bisa menyerap imajinasi yang mereka dapat dari buku bacaan. Kegiatan ini juga dapat menjadi pembiasaan menulis, agar tak kaget ketika hendak menulis teks yang cukup panjang.

Ruang Diskusi Daring: The Writer Rangers
Saya membentuk ruang diskusi daring pada media sosial Line. Ruang ini berbentuk grup bagi anak-anak yang memiliki peminatan khusus dalam kepenulisan. Anak-anak menamakannya sebagai The Writer Rangers. Aktivitas ruang diskusi daring ini biasanya diisi dengan konsultasi menulis, cara mengirim ke media, informasi lomba penulisan, dan bedah buku yang baru terbit.

Ruang diskusi penulisan daring mewadahi anak-anak penggemar sastra yang terbatas jarak dan waktu. Anak-anak juga bisa menyampaikan usulan program bagi sekolah, seperti mendatangkan penulis ke sekolah, konser musikalisasi puisi, donasi buku, dan pelatihan menulis.

Ruang diskusi daring membahas tentang ulasan buku yang dibaca

Beberapa waktu yang lalu misalnya, berawal dari usul beberapa anak, kami mengadakan pelatihan menulis cerita untuk siswa SD. Tujuannya, agar anak-anak The Writer Ranger bisa berbagi inspirasi penulisan kepada anak-anak di bawah usia mereka. Kebetulan, selain unit SMP, sekolah kami juga memiliki unit SD. Jadi anak-anak bisa berbagi pengalaman di sana.

Saya sangat bersyukur, sebab salah seorang siswi saya, Fayanna Ailisha Davianny, telah menulis 45 novel anak. Atas prestasinya tersebut, Fayanna bisa menjadi inspirasi untuk semua. Dibantu oleh anggota The Writer Ranger lainnya, Fayanna berbagi tips menulis cerita pada adik-adik SD.

Fayanna bersama anggota The Writer Ranger lainnya saat berbagi pengalaman menulis kepada adik-adik SD Dian Didaktika.

Ruang diskusi daring memudahkan saya untuk berbagi keterampilan menulis pada anak. Tak terbatas ruang dan waktu sebab memanfaatkan media gawai.

Blogger Pelajar
Agar tak sekadar jadi penikmat pesatnya informasi era digital, saya menggagas blogger pelajar di sekolah. Saya mengumpulkan anak-anak yang memiliki minat menulis. Kami mengadakan pertemuan setiap minggu dengan tema seputar penulisan dan peristiwa yang terjadi di sekitar anak-anak.

Selesai mendapatkan materi, anak-anak menuangkan karyanya dalam media blog. Awalnya anak-anak serasa canggung menulis. Ada rasa malu jika karya mereka dipublikasikan. Kala itu saya memberikan wawasan contoh tokoh kemerdekaan indonesia tak lepas dari dunia tulis menulis. Seperti tokoh pendidikan Rd. Dewi Sartika yang menggagas sekolah bagi perempuan pribumi dan menuangkan pemikirannya dalam bentuk buku.

Seiring beberapa pertemuan, anak-anak mulai lancar menuangkan gagasan. Isi postingannya beragam, ada yang berbentuk tips, catatan perjalanan, cerita pendek, dan puisi. Biasanya kami saling mengomentari hasil karya dalam postingan. Mulai dari isi sampai penulisan tanda baca yang baik dan benar.

Karya blog anak didik saya

Berkolaborasi
Saya sadar bahwa semua anak memiliki kecerdasan majemuk. Tak semua anak akan jadi penulis berbakat. Ada yang unggul dalam bermusik, menggambar, atau bernyanyi. Setidaknya, keterampilan menulis ini dapat membantu jalan hidup mereka dengan bakatnya masing-masing.

Sebagai guru, saya tak memaksa semua anak harus handal dalam menulis karangan. Jalan tengahnya yakni mengolaborasikan bakatnya. Anak yang unggul dalam mengemas cerita, saya kolaborasikan dengan anak yang unggul menggambar.

Saya memberi tantangan bagi mereka untuk membuat proyek berupa komik. Mereka lantas menyanggupinya dan berkolaborasi. Persilangan ide terjadi. Hasilnya, komik anak tersebut dimuat di koran Kompas.



Ada juga beberapa anak yang handal menulis terlibat dalam proses kreatif ekstrakurikuler film. Mereka berkolaborasi bersama anak-anak yang berbakat dalam peliputan dan penyuntingan video sehingga bisa menghasilkan karya berupa film pelajar.

Memiliki generasi yang gemar menulis bukanlah hal mustahil dimiliki oleh negeri ini. Sebagaimana spirit perjuangan Rd. Dewi Sartika, tak ada yang tak mungkin mencerdaskan negeri, selama tekad kuat dalam diri.

Restu Nur Wahyudin, Guru Bahasa Indonesia SMP Islam Dian Didaktika Depok.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

3 komentar:

  1. Sebuah perjalanan hidup yang menyenangkan bisa aktif maksimal di bidang yang kita cintai.

    Semoga selalu sehat bro, anak didik masih haus ilmu. Terus semangat dan kreatif.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Bro. Amin. Sukses terus dalam bermusik :)

      Hapus
  2. Everything is fun ...and enjoy ...berkarya terus bro

    BalasHapus