Restu Nur Wahyudin

-Teacher, Writer, and Adventurer-

Perempuan Satrasia, I (ode)

2 comments


Kepada Silkvi Purwayagslin

dia pernah patah sebagaimana manusia

pernah rapuh andaisaja angin mengibas

kealfaan mungkin masih ada sedikit

walau esok takkan sampai nampak pias

Kepada Yanti

biasanya dia datang dengan sejumput rambut

terurai menyolek langit akibat pagi juga semilir

bilamana dia juga tahu kerap hujan mengganjal

tapi bukan berarti itu ancaman tetapi cerah

Kepada Tanti Agustina

dia akan masuk ke dalam sadar

membenam kepala hingga rantai terjaga

sejak itu terang beranjak hitam

dia akan mengangkut gempita menuju utara

Kepada Nanda Mahesa

waktu menyuruh dia menyerah rela

meletakkan tekad di kantung angan

sementara kita masih ingin menenang puas

sepanjang kita bertuntun tanpa irisan bawang

Kepada Susi Latifatul Kamilah

sunyi telah pandai menyimpan petunjuk

Senantiasa mengendap di daun lidah

kau benar-benar seperti batu

berdiam kaku terombang tenang

Kepada Soekowati Dwi Fitriani

siapa yang hendak menyunting usia

meski waktu berpacu tergesa

adalah dia muasal muda

dari fragmen rona yang ronta

Kepada Ajeng Rahayu Eka

adapun dia membuka lembar bergulung

berbagi serupa pereda lewat telinga

merambat setia di tawa riang

menaruh sahut kepada sang pelindung

Kepada Benedict Dinar Anggia

gemetar debar begitu lekas tercerai

bertegur dingin memantul tatap

dari jauh memancar pratanda

bertaruh tenang menjenguk lawan

Kepada Risca Olistiani

ikhwal riwayat mengiris malam

memerah mata akan cerita

tegar dia sedari awal

berakhir gembira dan terbata

Kepada Merinda Solikhah

sebungkus nasi sangat lelah tersimpan

sehitung hari beserta suara kerontang

dia masih menata perutnya saat itu

menyambut perisi yang masih sebatas apa

Kepada Widya Lestari

pekik suara sayup melintas

meliuk bebas membunuh sunyi

dengan tenang seseorang merekam

dan namamu menjadi kala yang lain

Kepada Febriani Justitia Pahlevi

bunyi aksara timbul memantul mesra

berasonan dalam setiap larik sangau

dia membaca sedemikian gembira

sampai sajak mencurah irama

Kepada Navika Dzuhisna

mendayu jernih menyambar batin

bermelodi menjawab pesan fonem

hanya dalam satu dua intonan

menimbul nuansa menarik citra

Kepoada Gina Agniya

senyum beku bercakrawala

mencakar langit membentuk mata

pandang kaku urung bergegas

sekedar teronggok di sudut panas


Kepada Winni Siti Alawiah

sepasang lesung luruh melayang

menjadi lanskap sesosok wajah

hingga kala senja yang serupa

lepas senyum tatap meluncur

Kepada Eriana Trizadestiani

sepotong ilusi mengajakmu pada rumah

menjadi objek dari setengah narasi

kau poros kau lingkar yang berwarna

seperti realis di putih kanvas

Kepada Raswati

ingar-bingar berimaji sekeliling pantai

berpacu terhempas terombang laguna

sejurus mentari melekat kulit

pikir kita mengkhayal tetapi nyata

Kepada Devi Lamria Hasibuan

jangan lagi berbincang kepada jarak

cukup hati yang merekam peristiwa

lewat tanya mari kita berkata

lalu bersenang menyambang riang

Kepada Erna Siti Rahayu

sesosok singkat selain tergesa

dan sesuatu yang raib sampai merindu

selalu terkenang kepada nalar

yang hanya terselip di runtun memoir

Kepada Dwi Sukmalanita

dari ujung belitong tercipta jejak

bertukar ruang mengumpul ilmu

kadang jauh menjadi butiran air

akan kenangan sebuah kota

Kepada Leni Pujiastuti

telah usai misi menuju tepian

menembus pahit menyerah sebatas gusar

kepalkan batin dengan tidak bermuram

maka jangan kau tanyakan hidup apa pilihnya

Kepada Yuli Disfana

mari kita tertawa membalas kelam

terpingkal seakan dengan begitu menyedihkan

entah apa ulahnya yang dulu sering datang

kemudian kita mengerti apa yang bisa dan tidak

Kepada Widya Nastiti Osman

sungguh tercatat dalam suatu kitab

daripada tujuh lembar langit yang kokoh

diendapnya mereka tinggal amat berleha

terlilit kesudahan pada hari yang berat

Kepada Riqoh Fariqoh

sungguh semesta bersandiwara

berperan kuasa memberi niscaya

demi kita balasan yang setimpal

sebagai nasihat menyirat peringat

Kepada Fatwa Amalia

ilham menyeru dari arah yang entah

membuat pikir terkepung duga

bak labirin tesis tergopoh

mencari jalan gelisah pecah

Kepada Irna Rahayu

teringini sungguh tiada selisih

tanpalah kami duka neraka

menyampai sadar maha pentasbih

kehendak doa berjauh siksa

Kepada Elis Nur Vitasari

apabila telah habis harian muram

maka terlegalah jauhi kekal

sebab bumi menjelma sempit

bertaruh percaya mencari taqwa

Kepada Veni Septiani

membui kami tertunduk nikmat

berpayung dosa atasmu sembunyi

sadar lemah niatan berubah

maka persaksian itu ialah pencipta

Kepada Novia Siti Rohayani

bersiap langkah terbungkuk takut

amat petaka berhambus belas

demi masa semua kembali

membawa apa sampai ke suci

Kepada Betta Anugrah Setiani

dia adalah torehan yang belum tiada

dan sosokmu dari samar peradaban

kita akan terus menyeringai tak pernah padam

sebagaimana noktah pada kerut petromak



rumahtirani, akhir september 2010

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

2 komentar: