Restu Nur Wahyudin

-Teacher, Writer, and Adventurer-

Karikatur Koran dan Media Pembelajaran

Leave a Comment
Dimuat dalam Harian Inilah Koran, 2 Juni 2013.

Sumber gambar: readingrockets.org

Era Globalisasi, menuntut individu untuk peka terhadap berbagai informasi yang ada dalam kehidupan masyarakat. Semakin seseorang individu tertinggal terhadap sumber informasi, semakin pula ia akan hilang dan terlupakan. Paradigma tersebut sangat beririsan dengan konsep pendidikan kekinian. Siswa tentulah harus peka terhadap kondisi objektif dalam kehidupan masyarakat.

Dalam konteks pembelajaran, sejatinya mata pelajaran bahasa Indonesia memiliki peluang untuk menciptakan kepekaan siswa tersebut. Empat kompetensi yang terdapat dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, yakni membaca, menyimak, menulis, dan berbicara tentu bukan hanya sekadar selesai dalam tataran teori. Melainkan pula dapat  menjadi “jembatan” bagi para siswa agar paham dan memiliki penyikapan terhadap berbagai fenomena-fenomena yang ada di sekitarnya.

Menyimak dan membaca misalnya, merupakan kompetensi yang berguna untuk memperoleh berbagai informasi dalam bentuk lisan maupun tulisan (input). Adapun menulis dan berbicara merupakan kompetensi berbahasa yang dapat mengaktualisasikan sikap berupa argumentasi terhadap berbagai informasi yang didapat (output).

Hal tersebut, tentulah menjadi tantangan tersendiri bagi guru bahasa Indonesia. Inovasi dan kreatifitas menjadi kunci keberhasilan dalam praktik mengajar. Sebab di samping diarahkan agar paham berbagai materi pembelajaran bahasa Indonesia secara teoritis, para siswa pun dituntut untuk memanfaatkan teori-teori tersebut dalam tataran praktis di kehidupan masyarakat.

Media pembelajaran menarik
Pada praktiknya, terdapat rintangan bagi guru agar dapat mencetak kepekaan seorang siswa. Selain diwajibkan paham terhadap materi pembelajaran, guru pun tentu dituntut agar paham berbagai isu yang tengah hangat di masyarakat. Logika sederhananya bagaimana seorang siswa akan peka terhadap permasalahan masyarakat bila gurunya sendiri hanya paham sebatas teori pembelajaran.

Sejatinya hal tersebut bisa teratasi yakni dengan mengomparasikan fenomena-fenomena sosial dengan media pembelajaran. Adapun salah satu media pembelajaran yang bisa dimanfaatkan yakni melalui karikatur di media massa. Berdasarkan pengalaman penulis, memanfaatkan karikatur sebagai media pembelajaran terbilang sangat ampuh terutama jika dikaitkan dengan kompetensi menulis dan berbicara.

Terkadang saat proses belajar mengajar, siswa mengalami kesulitan dalam tataran ide apa yang harus ditulis dan dibicarakan. Maka karikatur inilah yang menjadi perangsang siswa untuk mengaktualisasikan keterampilan berbahasanya. Setidaknya karikatur tersebut memiliki tiga ciri. Pertama, sebagai penyampai pesan melalui media gambar. Kedua, berisikan kritik terhadap permasalahan yang dikemas secara menarik. Ketiga provokatif, mengundang orang untuk bersikap.

Karikatur Inilah Koran
Berdasar pada pengalaman, penulis memanfaatkan karikatur sebagai media pembelajaran dalam proses kreatif materi menulis karya ilmiah. Langkah pertama penulis memahamkan siswa agar paham secara teoritis materi yang diajarkan, semisal manfaat karya ilmiah, bagian-bagian karya ilmiah, dan mekanisme penulisan setiap bagian tersebut.

Langkah selanjutnya yakni penugasan, penulis menampilkan terlebih dahulu sejumlah karikatur yang nantinya dikembangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah. Saat itu penulis memilih karikatur yang terdapat pada harian Inilah Koran. Sebab secara grafis, karikatur harian Inilah koran dapat dikatakan menarik dan kritis.

Ada tiga karikatur yang penulis tampilkan kepada siswa. Pertama, karikatur seorang tokoh bertuliskan SBY yang tengah menunjukkan akun situs jejaring sosial miliknya (Inilah Koran, 11/4). Kedua, karikatur seorang buruh yang tengah mengangkat beratnya barbel dengan beban UMK dan beban hidup (Inilah Koran, 1/5). Ketiga, karikatur Ahmad Fatonah dengan sosok pedangdut (Inilah Koran, 15/5).

Penulis kemudian mengajukan sejumlah pertanyaan kepada siswa terkait karikatur tersebut. “Apakah situs jejaring sosial bermanfaat positif?”, “Layakkah seorang presiden memiliki akun jejaring sosial?”, “Apakah nasib buruh di Indonesia sudah sejahtera?”, “Haruskah buruh demonstrasi?”, “Bagaimana cara menuntaskah korupsi?”.

Pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan tersebut mendapat tanggapan bermacam-macam dari siswa. Ada yang positif. Ada pula yang negatif. Pembelajaran pun tampak menyenangkan dan dinamis. Ketika argumentasi siswa telah terbentuk, penulis kemudian menugasi para siswa untuk mengembangkan argumentasi tersebut dalam bentuk karya tulis. Siswa tampak antusias untuk merasionalisasikan gagasannya melalui karya tulis ilmiah.

Sejatinya pendidikan dan kondisi sosial masyarakat merupakan bagian yang sinergis. Guru sangat berperan penting untuk menghubungkan dua bagian tersebut dalam pembelajaran. Dan tentu, siswa yang akan mendapat manfaat dengan memiliki kepekaan terhadap kondisi masyarakat. Percayalah!

Restu Nur Wahyudin, Guru Bahasa Indonesia di Bandung.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar