Restu Nur Wahyudin

-Teacher, Writer, and Adventurer-

Sekolah Sehat dan Komunitas Kreatif

Leave a Comment
Sumber gambar goumbook.com
 
Kesehatan merupakan jaminan hidup siswa saat mengembangkan keterampilannya. Apabila tubuh sehat, maka akan semakin memudahkan siswa untuk berkreativitas. Semakin berkreasi, siswa kelak berprestasi sesuai keterampilannya. Sekolah sebagai wahana belajar bagi siswa, tentu harus memberikan jaminan kesehatan.

Upaya sekolah memberi jaminan kesehatan bagi siswa sejatinya telah dijabarkan dalam program trias usaha kesehatan sekolah (UKS) yang dianjurkan pemerintah. Program tersebut antara lain pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah sehat. Ketiga program tersebut hendaknya dilaksanakan demi tercapainya sekolah sehat.

Pada praktiknya, merealisasikan trias UKS tidak terlepas pada sejumlah tantangan. Aspek pendidikan kesehatan misalnya, terkadang terjebak pada transformasi yang terkesan formal seperti seminar satu arah. Alih-alih membuat paham perilaku hidup bersih dan sehat, siswa menjadi merasa jenuh karena terus dijejal materi.

Perlu ada usaha untuk membuat transformasi pendidikan kesehatan bagi siswa menjadi populis. Tindakan yang tidak kaku dan bahkan menjadi gairah siswa dalam berkegiatan di sekolah. Usaha yang dapat menjadi alternatif dalam mentransformasikan konsep sekolah sehat bagi siswa yakni dengan cara mengembangkan komunitas kreatif.

Komunitas kreatif adalah kelompok siswa yang menaruh minat dan kegemaran terhadap pengembangan suatu objek. Komunitas kreatif dibentuk sesuai dengan kondisi objektif minat dan bakat siswa di setiap sekolah. Objek kajian komunitas kreatif yakni aspek-aspek yang berhubungan dengan kesehatan sekolah, seperti tanaman obat, bahaya napza, dan pemberantasan jentik nyamuk. Lewat berkomunitas, siswa nantinya meneliti dan mengembangkan proyek yang berorientasi dengan kesehatan di sekolah.

Sekadar gambaran, penulis bersama sejumlah guru membentuk proyek kolaborasi pembelajaran bernama serdadu hijau di sekolah. Komunitas ini pada praktiknya melakukan penelitian mengenai tanaman obat yang terdapat di sekolah. Siswa juga belajar bersama mengenai cara penanaman dan pemanfaatan tanaman obat.

Beberapa waktu yang lalu misalnya, serdadu hijau memanfaatkan lidah buaya yang ditanam di kebun sekolah. Sebelum memanen lidah buaya, guru memberi penjelasan mengenai manfaat tumbuhan tersebut bagi kesehatan. Guru juga menjelaskan bagaimana proses pemanfaatan lidah buaya. Selanjutnya siswa melakukan pengolahan lidah buaya menjadi sirup yang segar. Hasilnya kemudian dinikmati bersama guru dan siswa yang lain.

Setelah kegiatan tersebut, siswa diminta mendokumentasikan pengalamannya dalam bentuk cerita. Dari hasil tulisan yang dibuat, siswa amat antusias untuk melakukan pengolahan tanaman obat. Siswa juga sangat bergairah untuk melestarikan lingkungan di sekitar sekolah.

Berdasar dari pemberdayaan serdadu hijau, dapat ditarik dua manfaat komunitas kreatif terhadap sekolah sehat. Pertama, menjadi wadah edukasi kesehatan yang dinamis. Melalui komunitas, kita dapat memberikan objek bahasan yang berkelanjutan. Objek bahasan tersebut dapat secara beragam diterapkan pada setiap pertemuannya. Bandingkan dengan kegiatan seminar yang sebatas sekali pertemuan. Edukasi melalui komunitas, dapat memudahkan guru mengawal gairah siswa untuk memperoleh ilmu seputar sekolah sehat.

Kedua, ruang bertukar ide. Komunitas kreatif lahir dari kesamaan minat sejumlah individu terhadap suatu objek bahasan. Ketika rasa keingintahuan antar individu tinggi, maka akan terjadi dinamika untuk mencari informasi. Ujung dari pencarian, yakni penemuan dan pengembangan dari suatu objek. Saat proses tersebut berlangsung, terjadilah pertukaran ide antara sesama individu. Semakin banyak ide yang ditebar, maka akan semakin menumbuhkan perilaku hidup bersih dan sehat di kalangan siswa.

Sekolah sehat merupakan manifestasi dari keterkaitan antara pendidikan dan kesehatan. Sekolah yang mampu memberikan pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sehat bagi sivitas akademiknya. Komunitas kreatif kiranya dapat menjadi alternatif jalan untuk merealisasikannya.
 
*Tulisan saya dimuat dalam koran Pikiran Rakyat, 11 September 2015.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar