Restu Nur Wahyudin

-Teacher, Writer, and Adventurer-

Teori Humor Teks Anekdot

2 comments
 

Pada dasarnya anekdot merupakan humor, sebab di dalamnya terdapat unsur kelucuan. Setiawan (Rahmanadji, 2007) mengutarakan bahwa teori humor jumlahnya sangat banyak, tidak satu pun yang sama persis dan bisa mendeskripsikan humor secara menyeluruh dan semua cenderung saling terpengaruh.

Meskipun begitu, peneliti sejalan dengan Clapman dan Foot (Lynch, 2002: 425) yang berpendapat “...the humor theory literature is not able to provide a “general theory.” Yet, existing theories are still invaluable for framing our understanding of humor’s use and effect on and within societal and personal dialogue.

Tiga teori yang paling dominan untuk membedah humor yakni teori superioritas, ketidaksesuaian, dan pembebasan (Setiawan, 1990; Ross, 1999; Lynch, 2002; Bardon, 2005). Uraian dari ketiga teori tersebut adalah sebagai berikut.

A. Teori Superioritas (Superiority Theory)
Seseorang akan tertawa, jika ia merasa unggul berdasarkan strata sosial dibanding dengan orang yang telah membuat kesalahan. Hobbes dalam Ross (1999) menyatakan bahwa tertawa merupakan kesenangan tiba-tiba yang dilakukan oleh orang yang menghina terhadap orang lain. Pendapat tersebut sejalan dengan Lynch (2002: 426) yang memaparkan bahwa keunggulan humor biasanya dikaitkan dengan menertawakan kesalahan orang lain.

Contoh penerapan teori superioritas pada humor, terdapat pada hasil penelitian Rastrinadya (2011) berjudul “Strategi Tindak Tutur Wacana Humor pada Acara Bukan Empat Mata: Kajian Pragmatik”. Pada salah satu analisis penelitiannya, terdapat bahasan tentang tindak tutur Tukul Arwana dan Caca Handika dalam acara “Bukan Empat Mata” episode “Damai itu Indah” tanggal 29 Maret 2011. Tindak tutur sebagaimana yang dimaksud adalah sebagai berikut.

Konteks:
Tukul menanyakan kesibukan Caca Handika sebagai bintang tamu acara “Bukan Empat Mata”.

Dialog Caca:
Album barunya sudah selesai tapi saya susah mencari model video klipnya, saya maunya di video ini Vega sebagai cewek saya dan Mas Tukul jadi selingkuhannya, sebenarnya ini lagu lama, kalau dulu kan cewek yang nyanyi, nah kalo ini versi saya. Yang dulu kan “betapa sakit hatiku melihat kau berjalan dengan seorang lelaki.”
Nah yang versi saya, “betapa sakit hatiku melihat kau berjalan dengan seorang gorila.”

Dialog Thukul:
Wah, songong, nih anak.

Kelucuan yang dibangun pada dialog tersebut, terletak pada jawaban Caca Handika terkait dengan video klip barunya. Caca menginginkan Tukul sebagai model video klipnya. Tukul yang selalu mengaku dirinya sebagai model sangat senang. Rupanya, Caca menginginkan tukul menjadi gorila dalam video klipnya. Jika dihubungkan dengan teori superioritas, Caca merasa lebih unggul sehingga ia merendahkan Tukul melalui tuturannya.

B. Teori Ketidaksesuaian (Incongruity Theory)
Teori ini menyatakan bahwa humor lahir dari tanggapan yang tidak logis dan ganjil. Lebih jelasnya, Setiawan dalam Rahmanadji (2007) memaparkan bahwa perasaan lucu timbul karena kita dihadapkan pada situasi yang sama sekali tidak terduga atau tidak pada tempatnya secara mendadak, sebagai perubahan atas situasi yang diharapkan.

Lynch (2002: 428) menyatakan bahwa konsepsi humor sebagai ketidaksesuaian, menunjukkan jika tertawa, didasarkan pada aktivitas intelektual ketimbang dorongan untuk merasa lebih unggul atau meringankan ketegangan. Ketidaksesuaian tersebut akan lahir jika terdapat relasi keterpahaman antara penyampai dan penerima maksud humor.

Ketidaksesuaian yang terdapat pada humor, berhubungan juga dengan teori bisosiasi Koestler (Rahmanadji, 2007) yang mengatakan bahwa hal yang mendasari humor adalah bisosiasi, yaitu mengemukakan dua kejadian yang tidak mungkin terjadi sekaligus.

Adapun contoh penerapan teori ketidaksesuaian terdapat pada anekdot berikut.

Cerita Gus Dur Soal Naik Kereta
Setelah mendapat larangan dari dokternya untuk tidak melakukan perjalanan jauh dengan menggunakan pesawat terbang, Gus Dur kemudian nekat untuk berpergian jauh menggunakan kereta api.
"Anda mau pergi naik kerata api Gus? Memangnya Anda pikir bisa sampai tepat waktu dengan naik kereta api?" ledek si dokter.
"Anda jangan meremehkan, kereta itu cepet banget loh!" jawab mantan Presiden RI ke-4 itu.
"Kereta api mana yang bisa menandingi kecepatan pesawat terbang?" tanya dokter.
"Oho.. Anda jangan salah. Semua kereta api bisa lebih cepat dari pesawat," kilah pria kelahiran Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 ini.
"Anda mimpi kali. Semua orang juga tahu kalau pesawat itu jelas lebih cepat dibandingkan kereta api," cecar sang dokter.
"Wah, Anda salah. Memang sekarang ini pesawat lebih cepat. Tapi itu karena kereta api baru bisa merangkak. Coba kalau kereta api nanti sudah bisa berdiri dan bisa lari. Wuiih.. pasti bakalan jauh lebih cepat dari pesawat," jawab Gus Dur, disambut wajah kecut sang dokter

(T.n., 2010).


Kelucuan pada anekdot tersebut mulai dibangun saat dokter merasa ragu Gus Dur akan sampai tepat waktu menggunakan kereta api. Gus Dur merasa bahwa kereta api lebih cepat dibanding pesawat terbang. Dokter lalu membantahnya. Ia menganggap Gus Dur hanya bermimpi sebab jelas pesawat terbang lebih cepat dibanding kereta api.

Penerapan teori ketidaksesuaian terletak pada tanggapan Gus Dur terhadap keraguan dokter. Gus Dur menjawab bahwa pesawat terbang jauh lebih cepat karena kereta api baru bisa merangkak. Jika kerata api sudah bisa berdiri dan berlari, pasti jauh lebih cepat.

Kereta api merupakan alat transportasi darat yang berlajur di atas rel, sementara dalam anekdot tersebut, konteks yang dibangun dari kereta api adalah alat transportasi yang dapat berdiri dan berlari.

C. Teori Kelegaan (Relief Theory)
Teori ini menyatakan bahwa humor lahir dari pembebasan kekangan dan tuntutan. Teori ini digagas oleh Herbert Spencer. Teori kelegaan bertolak dari teori superioritas dan ketidaksesuaian.

He (Spencer) agrees that laughter often occurs in contexts involving some humiliation of others, or upon experiencing some absurd incongruity. But, he claims, what characterizes all situations resulting in laughter is the release of some nervousness or emotion (Bardon, 2005).

Lebih jelasnya, Spencer (Lynch, 2002: 427) memaparkankan bahwa tertawa adalah hasil energi fisik yang dibangun untuk mengatasi perasaaan yang tidak menyenangkan. Humor dalam hal ini berfungsi menetralisir kondisi objektif yang penuh tekanan.

Teori yang digagas Spencer tersebut sejalan dengan paradigma Sigmund Freud mengenai humor. Freud dalam Lynch (2002: 427) memeparkan bahwa  kelucuan memiliki hubungan dengan mimpi karena membiarkan ide terlarang dari alam bawah sadar muncul ke permukaan.

According to Freud’s theory of the unconscious, the impulse to create humor derives from “the pleasure principle,” the primitive psychic mechanism that directs us to avoid or repress negative feelings and pursue pleasure (Bardon, 2005).

Freud (Badron, 2005) memberikan contoh seseorang menggunakan humor untuk menghindari penderitaannya, yakni saat seorang tahanan tengah digiring ke tiang gantung pada hari Senin. Ia lalu berujar “Nah, ini adalah awal yang baik untuk pekan ini.”

Pernyataan tahanan tersebut, merupakan penerapan teori kelegaan. Melalui humor, sang tahanan berusaha terbebas dari realitas yang harus dihadapinya, yakni akan menuju tiang gantung untuk menerima hukuman.

Daftar Pustaka
Rahmanadji, D. (2007) Sejarah, Teori, dan Fungsi Humor. [Online]. Tersedia di: http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Sejarah-Teori-Jenis-dan-FungsiHumor.pdf. [Diakses 1 April 2014].

Lynch, O.H. (2002) Humorous Communication: Finding a Place for Humor in Communication Research. Communication Research, 12 (4), hlm. 423-445.

Ross, A. (1999) The Language of Humor. London: TJ International.

Badron, A. (2005) The Philosophy of Humor. [Online]. Tersedia di: http://faculty. swosu.edu/frederic.murray/Philosophy%20of%20Humor_1.pdf. [Diakses 1 April 2014].

Setiawan, A. (1990) Teori Humor. Majalah Astaga, Nomor 3 Tahun III, Hlm. 34-35.

Rahmanadji, D. (2007) Sejarah, Teori, dan Fungsi Humor. [Online]. Tersedia di: http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Sejarah-Teori-Jenis-dan-Fungsi -Humor.pdf. [Diakses 1 April 2014].

Rastrinadya, G.S. (2011) Strategi Tindak Tutur Wacana Humor pada Acara Bukan Empat Mata: Kajian Pragmatik. Skripsi, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia.

T.n. (2010) Cerita Gus Dur Soal Naik Kereta. [Online]. Tersedia di: http:// news.okezone.com/read/2010/01/07/64/291797/cerita-gus-dur-soal-naik-kereta. [Diakses 28 Maret 2014].


Sumber Gambar
https://www.ethos3.com/wp-content/uploads/2015/11/humor-workplace-business.jpg

Tulisan di atas merupakan kutipan dari skripsi saya yang berjudul, "Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Teks Anekdot Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Berbantuan Media Komik Strip."

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

2 komentar:

  1. Artikel yang sangat bermanfaat. Kalau boleh saya ingin mengetahui info mengenai sumber tulisan Rahmanadji yg Anda gunakan tersebut bisa saya dapatkan di mana ya? Saya sedang butuh referensi2 tentang teori humor. Terimakasih atas infonya:)

    BalasHapus
  2. Helo, Mbak Sakti :) Tulisan Rahmanadji bisa diakses di sini http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Sejarah-Teori-Jenis-dan-Fungsi-Humor.pdf

    BalasHapus