Restu Nur Wahyudin

-Teacher, Writer, and Adventurer-

Tentang Kritik-Autokritik

Leave a Comment
Sumber gambar newsite.vophousing.com

Langgam kerja organisasi ibarat sebuah perahu besar yang melaju di samudera. sekalipun amuk badai mengancam, perahu itu bisa tetap melaju bila berisikan para awak yang kompak. Sebaliknya, tanpa ada kolektifitas antara awak dan nakhoda, perahu akan terhempas oleh ombak. Tenggelam dan hilang.

Kolektivitas dalam organisasi akan terbentuk bila terjadi dinamika antar para pengurus. Dinamika di sini mengacu pada hubungan timbal balik antar pengurus yang berorientasi pada kemajuan organisasi. Persilangan pendapat, berbagi gagasan, saling menilai, dan berbagi solusi merupakan wujud konkret dari dinamika organisasi.

Wadah penting untuk dapat menciptakan dialektika organisasi terletak pada konteks Kritik-Autokritik. Secara harfiah, kritik diartikan sebagai tanggapan disertai pertimbangan baik atau buruk terkait suatu keadaan. Auto berarti berasal dari diri sendiri. Maka autokritik dapat diartikan sebagai tanggapan terkait suatu keadaan yang telah dilakukan oleh diri sendiri.

Kritik berbeda dengan cacian, sebab argumentasi yang diutarakan sejatinya berdasar pada fakta dan berorientasi untuk kemajuan penerima kritik. Berbeda dengan cacian yang lebih cenderung irasional dan menampakkan sifat negatif seseorang. Memberikan kritik berarti belajar untuk menilai dan memahami (output) kinerja seseorang. Sementara Autokritik berarti belajar untuk menerima penilaian dan perbaikan (input) kinerja yang telah seseorang lakukan.

Konteks Kritik-Autokritik dapat dilakukan apabila pengurus telah menyelesaikan sejumlah program kerja organisasi. Waktu yang tepat untuk melakukannya biasanya terjadi di tengah kepengurusan organisasi. Perbaikan dalam setiap program kerja akan terjadi bila proses Kritik-Autokritik dilakukan secara integral oleh pengurus.

Manfaat Penting
Kritik-Autokritik memiliki sejumlah manfaat bagi organisasi. Pertama, evaluasi kinerja pengurus. Seorang pengurus dapat saling menilai dan memberikan solusi kepada pegurus lain yang telah melakukan program kerja. Ketika hal demikian dilakukan oleh seluruh pengurus, maka evaluasi kinerja akan terjadi dalam organisasi.

Kedua, mengeliminasi kontradiksi antara harapan dengan realitas. Proses Kritik-Autokritik diarahkan agar kinerja setiap pengurus dapat sesuai dengan harapan yang diinginkan organisasi. Kinerja yang jauh dari harapan, dapat diperbaiki melalui solusi-solusi dari setiap kritik yang diberikan.

Ketiga, menciptakan solidaritas kolektif. Pengurus akan merasakan betapa kinerjanya selama ini diperhatikan setelah mendapatkan kritik dari pengurus lainnya. Sementara itu, memberikan kritik pada kinerja pengurus lainnya akan mempererat hubungan masing-masing. Saling menilai dan berbagi gagasan solutif dapat menciptakan solidaritas antar pengurus.

Indikator Kritik
Kerap terjadi apersepsi bila Kritik-Autokritik menjadi sebagai momok yang harus dihindarkan. Hal ini berkenaan dengan penyampaian kritik yang terkadang tidak berdasar dan berada pada konteks yang salah. Agar dapat terlaksana dengan baik, sejatinya Kritik-Autokritik kinerja pengurus harus berada di ruang formal. Meskipun begitu, lingkungan saling menilai dan menerima tanggapan akan terbangun dalam setiap benak pengurus.

Setidaknya terdapat lima indikator penting dalam melakukan kritik. Pertama, objektif. Kritik harus mewakili kebutuhan sebenarnya, tanpa adanya pendapat pribadi yang selalu menganggap salah.

Kedua, rasional. Argumentasi yang ingin diutarakan ketika mengkritik kinerja kepengurusan harus masuk akal dan dapat dibuktikan kebenaranya. Mencap indisipliner kepada pengurus yang selalu hadir kegiatan organisasi merupakan salah satu contoh kritik yang irasional.

Ketiga, mengakar. Kritik yang diberikan harus sampai ke dasar permasalahan. Hal ini dilakukan agar solusi dari kritik tersebut tepat pada titik persoalan. Kita tidak dapat memberikan predikat suatu organisasi gagal bila ternyata titik kesalahannya terletak pada seorang pengurus terlihat malas-malasan.

Keempat, konstruktif. Kritik harus bersifat membangun pengurus dan organisasi menjadi lebih baik. Jangan sampai kritik yang kita berikan justru merusak dan menghancurkan laju organisasi.

Kelima, solutif. Bagian ini merupakan hal yang kerap terlupakan ketika kita mengkritik. Solusi dapat dikatakan sebagai akumulasi dari setiap indikator kritik yang lainnya. Solusi diberikan agar penerima kritik tidak mengulangi kesalahan kinerjanya lagi.

Kritik dan autokritik dapat menjadi momentum perubahan kerja organisasi menjadi lebih baik. Bagaimanapun kepengurusan yang dinamis, harus dapat saling menilai dan mencari solusi terkait suatu problem dalam organisasi.



Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar