BAB I
Identitas Pembaca
Restu Nur Wahyudin, Lahir di Bandung, 19 Mei 1991. Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Bergiat di Hima Satrasia subbidang Partisipasi Sosial Politik Mahasiswa (PARSOSPOLMAWA) dan Bergiat di Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan (UKSK) Departemen jaringan.
Latar Belakang Membaca
Masalah-masalah yang acapkali terjadi pada Negara Indonesia, baik di bidang ketatanegaraan, pembangunan, perekonomian, dan di bidang kedaulatan Negara Indonesia. Menghasilkan suatu hati nurani untuk berusaha mencari kebenaran. Kasus seperti century, Mafia kasus, dan koruptor sudah lumrah menghiasi berbagai surat kabar di Indonesia. Masalah ini sulit sekali untuk dihilangkan, namun bukan berarti tidak ada obat yang dapat menyembuhkan masalah tersebut.
Harapan Membaca
Harapan penulis setelah membaca novel berjudul Sehatlah Jiwanya Sehatlah Badannya ini adalah dapat mencari jawaban akan masalah-masalah yang saat ini mengeruak dalam belatika politik Indonesia. Memalui buku yang di baca ini, penulis berharap dapat memiliki motivasi tersendiri untuk berbuat lebih baik lagi. Pun untuk mencari solusi untuk menyelesaikan masalah-masalah di Indonesia.
BAB II
Identitas Buku
Judul buku : Sehatlah Jiwanya Sehatlah Badannya
Penulis : dr. Ario Djatmiko
Penerbit : Pusat Pergerakan Pemuda Indonesia
Cetakan : Pertama
Tahun Terbit : 2004
Jumlah Halaman : XIV+156 halaman 20,5 x 13,5 cm
Ilustrasi Sampul
Sampul depan novel ini berlatarkan warna hitam bercorak merah. Dalam sampul novel ini, tampak punggung dari seseorang berambut panjang. Di punggungnya tercantum judul dari novel ini Sehatlah Jiwanya Sehatlah Badannya tampak terpampang jelas berwarna putih. Diatas tulisan judul, tercantum jenis novel yang bertuliskan novel politik. Di sisi kanan bawah sampul, terdapat tulisan untuk Indonesia raya berwarna putih. Di bagian bawah, tertulis pengantar W.S Rendra. Kemudian di bawah tulisan tersebut, tercantumlah nama penulis dari novel ini yaitu Ario Djatmiko berwarna merah.
Adapun di bagian sampul belakang, tak jauh beda latar warna sampulnya dengan bagian depan. Hanya warna hitam tampak lebih kental di sampul belakang. Tertulis beberapa pendapat dari berbagai macam golongan masyarakat setelah membaca novel ini.di bagian sisi kanan tertulis ajakan jangan mengaku aktifis, sebelum baca buku ini. Di bagian bawah sampul belakang, tercantum riwayat hidup singkat penulis Ario Djatmiko.
BAB III
Cara Baca
Karena termasuk novel yang kata-katanya mudah untuk dimengerti sekalipun bagi para pembaca pemula, maka tidak perlu dibutuhkan waktu yang lama untuk membacanya. Normalnya apabila kita membaca novel ini tanpa ada rehat, dibutuhkan waktu 3-4 jam sampai kita membacanya hingga tamat.
Sekalipun novel ini berjenis novel politik, tetapi proses pemahamannya cukup mudah karena penulis mendeskripsikan melalui beberapa cerita. Dengan membaca tiap alur dalam cerita tanpa ada proses pengulangan pembacaan, memudahkan pembaca untuk memahami jalan cerita dalam novel Sehatlah Jiwanya Sehatlah Badannya.
BAB IV
Sinopsis
Menceritakan seorang dokter puskesmas yang bekerja di sekitar Jakarta, bernama Wawan dengan usia 29 tahun. Sosok wawan diceritakan dalam novel ini sebagai sosok dokter yang peduli akan keadaan Indonesia, ia mengontrak rumah sambil membuka praktek dekat puskesmas. Istri wawan diceritakan dalam novel tersebut tengah hamil 6 bulan. Mereka adalah keluarga yang harmonis di tengah kesederhanaan.
Pada suatu hari, wawan dikejutkan oleh telepon dari kak Ela yang isinya mengabarkan bahwa keadaan Bang Amran layaknya seperti orang depresi. Tidak mau makan, jarang berbicara, berdiam diri sendiri, Tatapannya seringkali kosong. Bang amran dan kak Ela tidak memiliki hubuyngan darah apapun dengan wawan ataupun ria. Tetapi mereka hanyalah mantan tetangga di rumah yang lama, sebelum Wawan dan ria pindah rumah. Bang Amran dan Kak Ela sudah dianggap sebagai saudara sendiri. Bahkan ketika wawan dan ria menikah, bang Amran lah yang menjadi saksinya karena Orang tua wawan sudah meninggal dunia. Wawan dan Ria jelas sangat tak percaya, pasalnya bang amran yang mereka kenal adalah sosok yang ceria, banyak ngomong,dan bersahaja.
Maka ketika Wawan merencanakan untuk berkunjung ke Rumah Bang amran, Ria girang bukan kepalang. Pasalnya Ria yang sedang mengandung janin perempuan ini sangat dekat sekali dengan Ajeng, anak dari Kak Ela dan Bang Amran. Seekali dalam awal cerita, dr. Moko, sapaan akrab dr. Ario Djatmiko, sesekali mengkaitkan jalan ceritanya dengan beberapa masalah politik dan sosial.
Ketika Wawan dan Ria sampai di Rumah bang Amran, rupanya benar adanya apa yang di kabarkan oleh Kak ela di telepon. Bang amran yang mereka kenal kini berubah seperti orang yang sedang depresi. Beruntung Wawan dan Bang Amran sangat dekat sekali, hamper di setiap masalah, mereka saling berbagi pendapat dan solusi. Tak terkecuali dengan apa yang saat itu terjadi dalam nurani Bang amran, Ia menanti kedatangan wawan untuk dapat berkeluh kesah akan masalahnya.
Rupanya masalah yang ada dalam benak bang Amra n cukup menghentakkan nurani Wawan. Beng amran bercerita akan baik buruknya pemilu di Indonesia, kemudian apa jadinya jika ketika melakukan kewajiban memilih wakil rakyat tidak didasari dengan hati nurani,.Terlepas dari itu juga, bang amran bercerita akan baik buruknya kinerja para wakil yang terhormat. Seringkali dalam tiap masalah, penulis menganalogikan kedalam dunia kedokteran. Bang amran sangat ketakutan ketika sekolah, universitas dan rumah sakit harus mencari uang sendiri karena subsidi setiap tahun dikurang secara bertahap, akibatnya biaya pendidikan tidak lagi menjadi sesuatu yang dianggap murah.
Selain dalam aspek pendidikan, bang amran pun bercerita akan hasil alam yang dikelola oleh investor asing. Namun menurut bang amran, solusi akan masalah ini ditentukan oleh semangat bangsa Indonesia. Kaum-kaum intelek pun harus andil besar untuk membangkitkan Negara Indonesia kearah positif. Mereka yang menurut bang amran layak dianggap sebagai kaum intelek adalah mahasiswa, seniman, dan jurnalis. Apabila kinerja mereka maksimal, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan maju.
Masalah-masalah itu pulalah yang membuat bang amran depresi, apalagi ketika melihat ajeng sedang tertidur. Ia membayangkan apa jadinya masa depan pendidikan ajeng kedepannya. Sejenak Wawan, ria , dan Kak Ela terdiam mendengar cerita dari Bang Amran. Sesuatu yang membuat hilangnya sosok ceria dan banyak bicara dalam diri bang amran hilang. Untuk dapat sedikit menghilangkan masalah tersebut, wawan menulis sekelumit kehidupannya kedalam novel ini.
BAB V
Tanggapan
Buku Sehatlah Jiwanya Sehatlah Badannya sanggup mendeskripsikan bagaimana masalah sosial politik kedalam suatu cerita yang menarik. Alur demi alur cerita dalam novel ini layaknya seperti sebuah esai berseri. Dikemas dalam gaya penyampaian yang ringan melalui bentuk dialog dengan beberapa analogi kedokteran membuat kita serasa berada dalam dunia penulis yang sebenarnya.
dr. Djatmiko (moko) tidak hanya memberikan informasi mengenai masalah-masalah yang terjadi di Indonesia saja, tetapi juga berusaha membangkitkan rasa cinta tanah air pembaca melalui renungan-renungan yang ditulis dengan netral tanpa ada keberpihakan. Satu hal yang dapat di rasakan ketika membaca novel ini adalah meningkatnya nurani kita untuk berbuat lebih baik dan tetap meningkatkan sendi-sendi keadilan.
Rekomendasi
Novel yang berjudul “Sehatlah Jiwanya Sehatlah Badannya” ini, sarat akan nilai-nilai sosial dan politik yang saat ini menjadi sebuah fenomena kehidupan. Sehingga cocok dibaca oleh semua golongan—sekalipun novel ini berjenis novel politik. Dalam novel ini, dokter Moko mengajak orang-orang yang sadar jangan sampai kehilangan kebijaksanaan dan intelektualitas mereka. mereka tidak boleh lengah menjaga standard akal sehat kolektif bangsa. Dalam kaitannya dengan semangat bangsa, buku ini sungguh layak untuk dibaca
mohon untuk mengunduh...
BalasHapussaudara restu nur wahyudin........