Dimuat di Galamedia, 19 April 2012
Judul Buku:
Dari Isola ke Bumi Siliwangi
Penulis:
Rudini Sirat, dkk
Penerbit:
PT Komodo Books
Cetakan:
Januari 2012
Halaman:
324
ISBN:
978-602-9137-08-9
DI
balik kampus Universitas Pendidikan Indoneesia (UPI) --dulu IKIP
Bandung-- yang hijau dan asri ini, terdapat cerita sejarah yang sangat
menarik untuk diketahui. Itulah sebabnya Rudini Sirat dkk membentuk
sebuah tim penulis untuk mendokumentasikan bunga rampai dinamika UPI dan
terciptalah sebuah buku "Dari Isola ke Bumi Siliwangi". Bisa jadi buku
ini disebut sebagai buku yang pertama kali mengupas sejarah UPI.
Berawal dari Isola
Memasuki
lokasi kampus UPI di jalan Setiabudhi, Bandung, tidak lengkap jika
tidak masuk ke dalam sebuah bangunan unik bernama Isola. Bangunan
bergaya art deco itu dirancang oleh arsitek kenamaan C.P Wolf Schoemaker
pada 1932. Awalnya Isola lebih dikenal sebagai vila Barretty, sesuai
dengan pemilik pertamanya, Dominique Willem Barretty. Seiring berjalan
waktu, Isola berubah nama menjadi Bumi Siliwangi. Kini bangunan yang
tetap bercat putih sejak dulu itu digunakan sebagai tempat kerja
petinggi universitas, rektor dan pembantu rektor.
Pada bab
satu, Rudini Sirat dkk. menuliskan bahwa vila Isola merupakan tempat
perkuliahan pertama kali kampus UPI. Pendirian Perguruan Tinggi
Pendidikan Guru (PTPG) pada 20 Oktober 1954 merupakan cikal bakal
pembentukan UPI. Pendirian PTPG dilatarbelakangi kebutuhan guru sekolah
lanjutan menengah yang kala itu dirasa kurang memenuhi harapan
mencerdaskan rakyat. Tokoh yang berperan mendirikan PTPG Bandung adalah
Mohammad Yamin.
Pada tahun 1957 beberapa tokoh Jawa Barat
memperjuangkan berdirinya universitas negeri yang pertama di Bandung.
Tujuannya agar sistem pendidikan tinggi lebih meningkat kualitasnya.
Beberapa dosen dan mahasiswa PTPG Bandung yang memiliki kemampuan lebih,
dilibatkan saat itu. Maka pada tahun itu berdirilah Universitas Negeri
Padjajaran (Unpad). PTPG saat itu menjadi bagian dari Unpad dan berubah
nama menjadi Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP).
Seiring
berjalan waktu, FKIP mengalami kemajuan yang cukup pesat. Bersamaan
dengan itu pula, terjadi dualisme kelembagaan dalam Departemen
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan. Dualisme tersebut berdampak pada
kebijakan yang memayungi FKIP. Saat itu pula lahirlah FKIP tandingan
bernama Institut pendidikan Guru (IPG). Menurut Sirait berkat perjuangan
Senat Mahasiswa FKIP Unpad, presiden Soekarno menginstruksikan untuk
menggabungkan kedua lembaga pendidikan guru tersebut menjadi Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung.
IKIP terus
mengalami kemajuan dengan munculnya beberapa jurusan baru. Memasuki
tahun 1990-an, muncul wacana perubahan IKIP ke universitas. Wacana
tersebut lahir karena lulusan IKIP yang digembar-gemborkan oleh
pemerintah menyedot animo masyarakat luas. Barulah pada 1999 IKIP resmi
berubah menjadi UPI.
Gelora Mahasiswa
Hal
yang menarik dalam buku ini adalah tidak hanya sejarah secara
kelembagaan saja yang diangkat, melainkan pula sejarah dinamika
pergerakan mahasiswa UPI dari masa ke masa. Tidak terkecuali ketika
dampak lahirnya kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK).
Rudini
Sirat dkk mendeskripsikan, pada 1977 Dewan Mahasiswa UPI beserta
mahasiswa lainnya di Indonesia mengkritik pemerintah, terutama proses
pemilihan umum yang sarat kecurangan dan terjadi kesenjangan sosial.
Bentuk perlawanan mahasiswa melalui demonstrasi di berbagai kota maupun
di dalam kampus. Karena dinilai kritik mahasiswa sudah melewati batas,
pemerintah bereaksi dengan melakukan tindakan represif terhadap gerakan
mahasiswa.
Puncaknya suatu hari di pagi buta pada medio
1978, militer menyerbu kampus UPI Bandung, mahasiswa dan para dosen
dipaksa berkumpul di lapangan terbuka. Para aktivis mahasiswa UPI yang
dinilai kritis dan beberapa dosen kemudian dibawa ke markas Polisi
Militer.
Aktivis mahasiswa UPI yang memiliki peran sentral
dalam pergerakan kemudian diadili dengan tuduhan menghina kepala
negara. Beberapa aktivis mahasiswa UPI yang diceritakan dalam peristiwa
ini adalah A.R Noor, Roem Topatimasang, Aceng Ruhendi, dan Elong
Suchlan.
Pasca kebijakan NKK, pergerakan mahasiswa UPI
lebih mengarah pada ranah kajian. Hal ini terlihat dari banyaknya
diskusi di sekitar kampus baik formal maupun nonformal. Akan tetapi,
mahasiswa UPI tetap turut serta dalam peristiwa penting sejarah
Indonesia semisal reformasi 1998. Selain itu, diceritakan pula peran
mahasiswa UPI melakukan usaha-usaha pencerdasan baik di dalam kampus
maupun di tataran masyarakat.
Secara garis besar, buku ini
menjadi referensi menarik bagi para pembaca. Terlebih gaya penulisannya
yang naratifdeskriptif dan disertai dengan foto-foto peristiwa.
Meskipun tidak dapat dimungkiri jika pemuatan persitiwa-peristiwa
bersejarahnya lebih memfokuskan sebelum tahun 2000-an.
Sampai
kini, entah sudah berapa banyak lulusan UPI yang mengabdi untuk
pendidikan. Bagaimanapun, kampus bumi siliwangi sarat akan cerita yang
dikenang. Tentang perjuangan, pengabdian, dan semangat mencerdaskan
Indonesia.(Restu Nur Wahyudin, Mahasiswa Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia UPI Bandung, Ketua Unit Kegiatan Studi
Kemasyarakatan (UKSK) UPI)
folback blog gw donk wkwkwkwk
BalasHapus