Restu Nur Wahyudin

-Teacher, Writer, and Adventurer-

Tugas Perkembangan Peserta Didik

Leave a Comment

Proses perkembangan individu merupakan sebuah kontinum, yang berarti bahwa perkembangan merupakan sebuah proses yang di dalamnya terdapat beberapa istilah mendasar, yaitu: grown, maturity, learning, education dan training.

Growth

Menurut Lefrancoid (1975), pertumbuhan diartikan sebagai perubahan alamiah secara kualitatif pada segi jasmaniah atau fisik. Terkait dengan pengertian tersebut, dapat dikatakan jika pertumbuhan menunjukan suatu fungsi yang tadinya belum tampak, berubah menjadi fungsi yang baru, baik dari segi psikis maupun fisiknya.

Salahsatu contohnya adalah seorang remaja berusia 15 tahun, mampu mengangkat beban seberat 25 kilogram, padahal ketika remaja tersebut masih berusia tiga tahun, Ia tidak bisa mengangkat beban seberat 25 kilogram. Hal ini menunjukan jika pertumbuhan fisik seseorang, sangat berpengaruh dalam proses perkembangan.

Maturity

Pak Dudung dan Pak Maman adalah teman dari kecil, saat ini keduanya telah memasuki usia lima puluh tahun. Namun jika diamati Pak Dudung terlihat lebih segar dan produktif, karena mungkin Pak Dudung adalah seorang aktifis sosial. Berbeda dengan Pak Maman yang sudah terlihat renta dan mulai pikun.

Sepenggal contoh kasus di atas, sekiranya menjadi gambaran akan faktor waktu dan kematangan dalam rumusan hal yang memengaruhi proses perkembangan individu. Hal ini berkenaan dengan titik puncak dari suatu proses pertumbuhan sebagai titik tolak kesiapan dari suatu fungsi individu. Senada dengan pengertian kematangan itu sendiri menurut Witherington (1952: 87-88) yang mengemukakan bahwa kematangan menunjukan kepada suatu masa tertentu yang merupakan titik kultimasi dari suatu fase pertumbuhan.

Abin Syamsudin (2007: 82) mengemukakan dua kecenderungan kepekaan seseorang, antara lain;

Kemungkinan pertama, bagi mereka yang tidak memiliki kesempatan untuk belajar dan melatih fungsi-fungsinya, maka kemampuannya cenderung tidak berkembang lagi sampai usia sekitar empat puluh tahunan. Bahkan, setelah mencapai usia tersebut kemampuannya cenderung menurun.

Kemungkinan kedua, bagi mereka yang memperoleh kesempatan belajar atau melatih fungsi-fungsinya, maka perkembangan kemampuan fungsi-fungsinya masih ada baiknya bersifat peningkatan atau perluasan sampai taraf usia empat puluh tahunan. Selanjutnya jika di usia tersebut mereka terus berusaha belajr, perkembangan itupun akan terjadi meskipun bersifat perluasan atau pendalaman.

Berkaca dari kemungkinan tersebut. Kasus pak maman sangat erat kaitannya dengan kemungkinan pertama. Hal ini dikarenakan Pak Maman tidak belajar dan melatih fungsi-fungsinya secara maksimal. Akibatnya pak maman di usia tua terkesan renta dan pikun. Lain halnya dengan kasus Pak Dudung yang erat kaitannya dengan kemungkinan kedua. Perannya sebagai aktifis sosial, sangat berguna untuk mengembangkan fungsi-fungsi tubuhnya. Maka pak maman di usia tua terkesan masih sehat dan bugar.

Learning

Dari berbagai definisi belajar menurut para ahli, terdapat kesamaan maknanya, ialah bahwa definisi manapun konsep belajar itu selalu menunjukan kepada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik dan pengalaman tertentu (Abin, 2009:157).

Salahsatu contoh proses belajar adalah seorang siswa merasakan adanya kebutuhan untuk memiliki ilmu eksak, setelah siswa menyadari bahwa ilmu tersebut penting, ia kemudian meningkatkan dan mempertahankan prestasinya. Setelah itu siswa tersebut melakukan cara-cara atau pola-pola yang telah diketahui dan dipilihnya dalam mempelajari pelajaran eksak.

Education

Menurut Tatang Syaripudin (2008:21), dalam arti luas, pendidikan adalah hidup. Maksudnya adalah segala pengalaman dari berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu. Contoh: seorang anak tertarik dengan nyala api yang membara, ia memegangnya, merasakan panas, dan berdasarkan pengalaman itu ia akhirnya selalu berhati-hati jika menghadapi bara api.

Sedangkan dalam arti sempit, pendidikan hanya berlangsung bagi mereka yang menjadi siswa pada suatu sekolah atau mahasiswa pasa suatu perguruan tinggi. Pendidikan dilakukan dalam bentuk pengajaran yang terprogram dan bersifat formal.

Training

Sejatinya dalam proses perkembangan individu acapkali tidak pernah terlepas dari latihan. Melalui latihan, setiap individu mampu mengembangkan potensi dirinya secara kontinum.

Menurut Abin Syamsudin (2007), perubahan-perubahan perilaku dan pribadi hasil dari latihan itu berlangsung secara intensional atau dengan sengaja diusahakan oleh individu yang bersangkutan. Jika berkaca pada pendapat tersebut, dapat dikatakan jika latihan memiliki peran yang cukup dominan dalam perkembangan individu.

Para siswa Yayasan GR Siswa Terpadu adalah buktinya. Mereka berprestasi dalam seni tari dan musik meski tunarungu maupun tunanetra. Mereka mampu menari dengan gemulai, kompak dan teratur. Melalui latihan rutin secara khusus, penyandang tunarungu ini membuktikan keterbatasan tidak berarti dibanding prestasi yang diraih. Mereka sering menerima penghargaan dalam perlombaan tingkat nasional dan internasional, termasuk saat bersaing dengan manusia normal (liputan6.com).

Sementara para penyandang tunanetra lebih memilih dunia musik sebagai sarana berprestasi. Melalui latihan intensif, mereka sangat cekatan mengembangkan potensinya. Salah satunya adalah Carolina Lingkan Yunita Mamuaya. Adik kandung artis Sally Marcellina itu menjadi satu-satunya disk jokey (DJ) tunanetra di dunia (kompas.com).

Perbedaan filosofis istilah Pembelajaran dan Proses Belajar Mengajar

Pengertian pembelajaran dapat diartikan secara khusus berdasarkan aliran psikologi tertentu. Menurut psikologi gaya, pembelajaran adalah upaya melath daya-daya yang ada pada jiwa manusia supaya menjadi lebih tajam atau lebih berfungsi. Sedangkan menurut psikologi kognitif, pembelajaran diartikan sebagai usaha membantu sisiwa untuk mencapai perubahan struktur kognitif melalui pemahaman. Menurut psikologi humanistik, pembelajaran adalah usaha guru untuk menciptakan suasana yang menyenangkan untuk belajar (enjoy learning), yang membuat siswa dipanggil untuk belajar.

Dari pelbagai pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan jika Pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk membantu siswa atau anak didik, agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya.

Sedangkan proses belajar mengajar jika ditinjau dalam praktik pendidikan di sekolah, diartikan sebagai sesuatu rangkaian interaksi antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.

Hakikat dan manfaat dari landasan filosofis dan teori pembelajaran

Menurut Tatang Syaripudin (2008:3), Landasan filosofis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan jika landasan filosofis memiliki manfaat menghasilkan titik tolak atau acuan bagi para pendidik (guru) dalam rangka melaksanakan praktik pendidikan. Disamping itu, landasan filosofis pendidikan dapat menghindari terjadinya pelbagai kesalahan, baik dalam rangka praktik pendidikan maupun dalam memahami dan membangun wawasan kependidikan.

Brunner mengemukakan bahwa teori pembelajaran bersifat preskriptif. Artinya tujuan dari teori pembelajran tersebut menetapkan metode pembelajaran yang optimal. Teori pembelajaran menaruh perhatian bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar dapat belajar, atau upaya mengontrol variabel dalam teori belajar untuk dapat memudahkan belajar.

Manfaat dari teori pembelajaran sangatlah beragam. Diantaranya guru dapat menerapkan teori menurut aliran-aliran teori belajar. Seperti teori behavioristik dalam pembelajaran, guru memperhatikan tujuan dan karakteristik siswa. Teori kognitif, pembelajaran lebih dititik beratkan pada perolehan pengetahuan oleh siswa, guru membimbing siswa untuk memiliki pengetahuan yang dikehendakinya. Sedangkan aliran humanistik, guru dapat mengakui siswa sebagai individu yang punya kemampuan dan harga diri.

Fenomena Ujian Nasional

Sejak diterapkannya Ujian Nasional (UN) sebagai sistem evaluasi pembelajaran pada tahun 2003, Indonesia berusaha mengejar ketertinggalan pendidikan dari negara-negara lain yang telah berkembang. Hanya saja, Pelaksanaan UN tersebut tidak lepas dari pelbagai kontroversi. Hanya saja diluar dari kontroversi-kontroversi yang menggelayuti UN, sudah menjadi kelayakan jika harus ada sebuah angka sebagai bentuk nilai dari setiap proses. Karena untuk melihat hasil dari sebuah proses tersebut, masih berupa deskriptif, akan cukup kesulitan jika harus menilainya.

Jika ditinjau dari aspek standarisasi pendidikan nasional, tidak dapat dipungkiri jika Ujian Nasional (UN) merupakan suatu keharusan untuk diselenggarakan. Melalui standarisasi tersebut, Indonesia mampu mencetak Sumber Daya Manusia yang unggul. Yang menjadi masalah adalah ujian nasional dijadikan satu-satunya syarat kelulusan dan standar nasional yang dinasionalisasikan. Dikarenakan pelaksanaannya yang subjektif, pemerintah tidak akan mengetahui kondisi siswa saat mengerjakan UN, apakah mereka sedang sakit sehingga tidak lulus, ataupun mereka mencontek. Masalah tersebut lahir dari realitas yang terjadi pada penyelenggaraan UN, banyak siswa yang berprestasi tidak lulus, tidak sedikit pula siswa yang dapat dikatakan nakal, tetapi akhirnya lulus UN.

Selain masalah tersebut, Ekslusifitas mata pelajaran menjadi aspek yang acapkali dijadikan masalah. Pendidikan keagamaan dan kewarganegaraan yang notabenenya menyangkut dengan moral dan etika siswa kedepannya, justru tidak diikutsertakan. Ekslusifitas mata pelajaran pun berdampak pada proses belajar mengajar, di beberapa sekolah diterapkan kebijakan jika proses belajar mengajar dikhususkan untuk keenam mata pelajaran yang ada dalam UN. Penilaian kelulusan siswa harus dilihat secara menyeluruh dengan pertimbangan prestasi dan sikap siswa tersebut selama menempuh pendidikan di sekolah.

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar