
Jika dalam suatu Negara, seorang pemimpin pemerintahannya tidak didukung oleh rakyat, dan rakyat sudah cenderung antipati terhadap pemerintahan, maka tak pelak rentetan masalah akan bergejolak di Negara tersebut. Itulah tanda bahwa Negara bersangkutan tengah dilanda krisis.
Bumerang Kebijakan
Kesebelasan Persib Bandung sedang berada dalam krisis. Oleh karena itu, mau tak mau kekalahan merupakan hasil yang masif diterima, buah dari berbagai rentetan masalah internal tim. Kekalahan tidak hanya ditentukan dari praktik di lapangan saja, melainkan juga dinamika yang bergejolak dalam hubungan internal kesebelasan tersebut.
Krisis yang dimaksud adalah krisis harmonisasi. Krisis ini berawal ketika sosok pelatih yang terdengar asing di telinga para penikmat sepakbola Bandung, didaulat menjadi pelatih kepala Persib. Dialah Daniel-Darko Janackovic, pelatih berkebangsaan Prancis ini datang dengan sebuah misi yang cukup relevan: membawa Persib juara.
Awalnya, publik teramat optimis dengan keberadaan Janackovic di kursi kepelatihan Persib. Ciri kepelatihan ala barat diharapkan berdampak positif terhadap kinerja pemain di lapangan.
Hanya saja, sinyalemen ketidakharmonisan dalam tim, mulai terlihat ketika Janackovic menolak para pemain bintang yang sebelumnya direkomendasikan oleh kubu menejemen tim. Sebut saja Zah Rahan, Abanda Herman, hingga Aldo Baretto, top scorer Liga Indonesia musim lalu, ditolak olehnya. Ia lebih mengedepankan pemain yang terlihat kualitas dimatanya, mengecualikan nama besar dari pemain tersebut.
Ketidakpercayaan terhadap Janackovic bertambah runyem saat kinerja Persib dalam laga pra-musim di turnamen Djarum Inter Island Cup mengecewakan, Maung Bandung menderita kekalahan memalukan dari Sriwijaya FC, enam gol tanpa balas.
Para pemain pun kurang menyukai pola kepelatihan Janackovic yang lebih mengutamakan kedisiplinan. Puncaknya ketika pelatih yang kabarnya sempat sukses di negeri leluhur Zizou ini berselisih dengan kiper Persib, Markus Haris Maulana.
Walhasil, terpaksa Janackovic harus angkat koper dari kota kembang. Terlebih sosoknya pun kurang disukai oleh menejemen tim. Jovo Cuckovic yang sebelumnya menjadi asisten Janackovic diangkat menjadi pelatih kepala untuk sementara waktu. Hanya saja, pergantian posisi pelatih tersebut tidak berdampak banyak kinerja Persib di lapangan. Sampai bulan November, Persib bercokol di dasar klasemen Liga Super Indonesia. Hal ini sangat miris jika melihat posisi Persib di musim lalu yang berada di peringkan keempat klasemen.
Buah Permasalahan
Seorang kawan pernah bergurau: Menjadi pelatih sepakbola bak menjadi seorang penyair yang tengah menciptakan puisi, merangkai kata-kata hingga meramunya menjadi karya yang dapat diingat seperti ayat dalam kitab suci.
Siapa yang tidak kenal dengan Nova Arianto dan Maman Abdurrahman? Dua tembok kokoh penjaga pertahanan. Atau kebriliyanan Eka Ramdani dalam melancarkan akurasi passingnya. Hingga “Si Gila” Gonzalez yang berpredikat sebagai pemain dengan rekor pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah Liga Indonesia.
Kesebelasan Persib Bandung dihuni oleh para pemain berkualitas. Bercokol di dalamnya para penggawa timnas yang sudah terbukti kualitasnya. Hanya saja, untuk meramu sebuah tim menjadi juara tida semudah membalikan telapak tangan.
Kualitas pemain bukanlah parameter tunggal dalam menunjang sebuah tim kearah gelar juara. Masih ada aspek lain yang menjadi prasyaratnya. Asas sepakbola adalah kolektivitas yang ditunjang oleh potensi pemain. Semangat dan sikap rela berkorban menjadi kunci keberhasilan tim menuju kemenangan. Pelatih dan pemain harus paheuyeuk heuyeuk leungeun (saling membantu, saling membela).
Di sini permasalahan yang terjadi di kubu Persib, terkadang ego pemain bintang dapat menjadi bumerang tersendiri dalam komunikasi dengan pelatih. Pemain cenderung tidak dapat beradaptasi dengan gaya kepalatihan Janackovic. Gaya kepalatihan barat lebih mengutamakan kedisiplinan yang tinggi: sesuatu yang jarang dirasakan pemain ketika dilatih oleh pelatih lokal. Bahkan pemain harus diporsir pola makannya. Pun dengan waktu makan yang harus sesuai dengan jadwal; siapa yang telat, maka hukuman adalah ganjarannya.
Sebenarnya, gaya kepelatihan ala Janackovic tidak terlalu salah jika orientasinya adalah meningkatkan kedisiplinan dan mental pemain. Hanya saja, pemain yang sudah terbiasa dengan gaya kepelatihan ala Indonesia jelas membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Perlulah pendekatan tersendiri yang dilakukan pelatih agar pemain terpacu untuk ikut ke dalam gaya kepalatihannya.
Sayang, nasi sudah menjadi bubur. Janackovic kiranya dapat dikatakan salah dalam proses pendekatan dengan pemain dan pemain pun salah dalam cara mengkritik kebijakan Janackovic. Sejatinya mesti ada salah satu pihak yang mengalah, dan pelatih tentunya harus lebih dewasa dalam mengoordinir pemain.
Keberanian Markus Haris Maulana yang sempat bersitegang dengan Janackovic karena persoalan jadwal makan kiranya perlu menjadi evaluasi kedepannya. Meskipun Gaya kepelatihannya cenderung perlu adaptasi, pemain tentunya harus mengutamakan profesionalitasnya. Bukan hanya ingin menang sendiri.
Misi Penyelamatan
Selasa, malam. Jarum jam menunjuk ke pukul sembilan. Waktu di mana acara tentang Persib disiarkan di salah satu stasiun tv lokal. Langsung saja saya alihkan channel tv ke acara tersebut. Kebetulan, saat itu pembawa acara tengah berhubungan via telepon dengan manajer Persib, H. Umuh Muhtar. “..Rukito resmi melatih Persib” Dengan serius saya mendengarkannya.
Mulai muncul secercah harapan dalam diri saya beserta penggemar Persib lainnya. Teka-teki siapa pengganti Jovo akhirnya terjawab sudah. Dia adalah pelatih yang sempat menggenggem gelar juara Liga Indonesia bersama Persik Kediri, Daniel Rukito.
Sosok pelatih berkumis tebal ini dibebankan amanat yang cukup berat: mengembalikan kinerja Persib ke papan atas klasemen Liga Indonesia. Daniel diharapkan mampu melakukan pendekatan intensif kepada pemain di jeda kompetisi ini.
Patut dicermati, sebelumnya Daniel berperan penting dalam menyelamatkan Persiba yang terperosok pada zona degradasi pada awal musim 2008/2009. Dan di musim berikutnya, Ia berhasil membawa tim berjuluk “beruang madu” ini masuk ke posisi tiga besar klasemen akhir. Berdasar dari pengalaman tersebut, harap banyak kiranya layak disematkan kepadanya.
Sikap saling percaya antara pemain, pelatih, bahkan bobotoh sekalipun, sejatinya harus bersinergi demi perbaikan kinerja Persib. Kesalahan sebelumnya, adalah pengalaman untuk kedepannya. Usaha yang dilakukan bersama akan meningkatkan harmonisasi dalam tim. Seperti apa yang tersirat dalam pepatah sunda, mun teu ngakal moal ngakeul (jika tidak ada usaha maka tidak akan menemukan manfaat untuk bekal hidup).
0 komentar:
Posting Komentar