Restu Nur Wahyudin

-Teacher, Writer, and Adventurer-

Wirausaha dan Pemberdayaan Masyarakat

Leave a Comment
 *Dimuat dalam harian Pikiran Rakyat, 12 Desember 2013.

ilustrasi

Tren kewirausahaan dalam dunia Perguruan Tinggi (PT) saat ini tengah marak seiring dengan pesatnya arus globalisasi. Gaung kewirausahaan dalam PT sebenarnya mulai terdengar seiring dengan hasil pertemuan negara wilayah Asia dan Pasifik “APEC” di Seattle, Amerika Serikat. Hasil tersebut berisikan adanya kerjasama segitiga (tripartite) antara Goverment-Business-Universities untuk menyokong perekonomian setiap negara Asia dan Pasifik.

Sejak saat itu, kewirausahaan yang sejatinya melekat dengan jurusan ekonomi dan bisnis, perlahan namun pasti mulai diperkenalkan di berbagai jurusan PT di Indonesia. Pada praktiknya, wirausaha menjadi mata kuliah umum di setiap jurusan. Dalam perkuliahan tersebut, mahasiswa diajarkan mengenai konsep, kendala, dan metode berwirausaha sedari dini.

Mengutip pendapat Timmon dalam buku Kuratko dan Hodgetts berjudul Entrepreneurship: A Canteporary Approach (2000:17) kewirausahaan merupakan kemampuan membuat dan membangun visi dari sesuatu yang seolah-olah tidak sesuai tindak kreatif, perhatian, prakarsa, dan analisisnya terhadap perkembangan situasi. Sementara itu, Ziglar dalam Yuliana (2011) mengutarakan bahwa wirausahaan selalu mencari perubahan dengan melihat perubahan itu sebagai norma, sesuatu yang sehat, menanggapi dan memanfaatkan perubahan itu sebagai peluang.

PT dalam hal ini merupakan institusi pendidikan tertinggi yang setidaknya harus mengamalkan tiga kewajiban (tridarma), yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Tridarma tersebut tentunya ditujukkan paling utama pada mahasiswa sebagai peserta didik dan bagian terbanyak dari sivitas akademik PT. Setiap aktivitas akademik dan nonakademik mahasiswa sejatinya harus selalu diarahkan agar nantinya memiliki karakter pendidik, peneliti, dan pengabdi pada masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, PT tentulah dapat menjadi nilai lebih bila dihubungkan dengan kewirausahaan.

Potensi Mahasiswa
Jika ditarik irisan dengan kewirausahaan, mahasiswa memiliki sejumlah potensi lebih dari golongan pemuda lainnya. Pertama, mahasiswa telah memiliki pengalaman belajar hingga jenjang pendidikan tertinggi. Tentu mahasiswa memiliki paradigma berpikir dan analitis yang tinggi. Kedua, usia muda yang khas akan karakter progresifitas dan kritis. Dua karakter inilah sangat berguna dalam berwirausaha. Progresif, berguna untuk terus berusaha mencari pembaharuan sekalipun mengalami kegagalan. Sementara itu, karakter kritis diperlukan untuk terus mencari tahu berbagai peluang usaha.

Seiring dengan potensi tersebut, mahasiswa dimudahkan untuk membuka lapangan usaha melalui berbagai program usaha yang dikeluarkan pemerintah di PT. Taruhlah semisal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan Proposal Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang menjadi jalan untuk mewadahi gagasan wirausaha mahasiswa. Apalagi jika ditambah masih minimnya wirausaha di indonesia yang baru berkisar 0,3 pesen dari total penduduk nasional. Padahal untuk bisa maju, suatu negara minimal harus mempunyai wirausaha 2,5 persen dari total penduduknya (Kompas.com, 9/12/12).

Pemberdayaan masyarakat
Wirausaha pun menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa untuk berkontribusi pada masyarakat. Tidak sedikit mahasiswa yang terjebak pada logika individualistik dalam berwirausaha. Skema keuntungannya cenderung vertikal (vertical profit), yakni antara konsumen, produksi dan pemangku usahanya sendiri. Paradigma tersebut biasanya bercirikan “memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dari modal yang minim, melalui tenaga kerja yang banyak dengan upah yang rendah”.

Padahal wirausaha dapat menjadi jalan bagi mahasiswa untuk membuat usaha yang berguna bagi kolektif. Orientasi usaha yang dibuat tidak semata mencari keuntungan untuk pribadi, melainkan pula berguna bagi masyarakat yang ada di sekitarnya (horizontal profit). Skema inilah yang sejatinya dilakukan oleh mahasiswa, di samping berpotensi membuka ruang usaha, jangan pula lupakan watak naluriah mahasiswa yakni pengabdian pada masyarakat.

Setidaknya praktik usaha tersebut akan terealisasi bila mengoptimalkan praktik perkuliahan kewirausahaan. Taruhlah contoh bila mahasiswa diberikan penugasan terjun ke daerah terpencil dan tertinggal. Berikan penugasan menganalisis potensi usaha dan kembangkan masyarakat di sana agar sejahtera dengan usaha tersebut.

Ketika watak pengabdian pada masyarakat terbangun, maka bukan tidak mungkin terbentuk usaha yang konstruktif. Para mahasiswa tersebut nantinya membuka lapangan kerja di setiap pelosok daerah terpencil. Membangun daerah dan memberdayakan masyarakat. Bukan justru berteguh pada logika individualis dengan hanya sekadar membuka usaha di kota. Meskipun begitu, dibutuhkan pula keberpihakkan pemerintah secara regulasi usaha maupun permodalan. Jika hal tersebut terealisasi, bukan tidak mungkin Indonesia bebas dari ketergantungan asing.
 
*Restu Nur Wahyudin, Kepala Biro Penelitian dan Pengembangan Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan (UKSK) Universitas Pendidikan Indonesia.

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar