Restu Nur Wahyudin

-Teacher, Writer, and Adventurer-

Menyemai Benih Imajinasi

1 comment


Pernahkan pembaca melihat gambar dua buah gunung. Terbitlah matahari di antara dua gunung tersebut—bersama kawanan burung yang wujudnya serupa huruf ‘w’ terbalik. Di bawah gunung terbentang jalan. Sawah-sawah berbentuk ‘v’ mengitarinya. Samping kanan jalan teronggok sebuah rumah.

Atau beberapa di antara kita pernah membaca sebuah karangan. Judulnya, “Berlibur ke Rumah Nenek.” Biasanya pada paragraf pertama karangan tersebut diawali oleh klausa, “Pada suatu hari..”

Dua bentuk hasil penciptaan tersebut kiranya tidak asing bagi kita. Biasanya muncul saat guru memberikan tugas pada anak untuk menggambar dan mengarang cerita. Setiap karya tentu harus diapresiasi, sebab karya merupakan hasil olah imajinasi terhadap peristiwa atau objek yang terekam dalam nalar.

Persoalan muncul bila setiap kesempatan, anak mencipta karya yang itu-itu saja. Gambar dua gunung dan karangan “Berlibur ke Rumah Nenek” adalah contoh dari persoalan tersebut. Kondisi ini, umumnya terjadi karena adanya tekanan dari lingkungan sekitar terhadap kebebasan berekspresi anak. Alih-alih takut mengkreasikan dan merasionalisasikan imajinasinya, anak akhirnya mencipta bentuk yang telah lama dikenalnya. Bentuk yang dianggap sebagai kebenaran hakiki dari nalar lingkungannya.

Imajinasi adalah karunia ilahi yang dimiliki oleh semua insan manusia. Ibarat kawah candradimuka nan berharga, imajinasi sangat potensial untuk dikembangkan. Melalui imajinasi, anak  mencoba memaknai diri dan kehidupannya. Imajinasi bisa timbul dari kesan anak terhadap objek, peristiwa, dan nilai kehidupan yang dilaluinya. Semakin luas jelajah imajinasi anak, maka kehidupannya akan semakin dinamis.

Setiap anak memiliki beragam imajinasi, berdasar dari sejauh mana pemaknaannya terhadap peristiwa dan objek. Tak bisa kita paksakan imajinasi anak sesuai dengan apa yang kita kehendaki. Tugas kita adalah memerdekakan imajinasi anak, dengan keimanan sebagai akar pikirnya. Sebab dengan keimananlah anak bisa paham nilai-nilai kehidupan.

Kita juga harus menggiring agar anak berpikir estetis. Maksudnya, anak secara mandiri dapat memastikan bahwa makna imajinasinya benar-benar tersampaikan pada karya yang akan dinikmati oleh pengapresiasi.

Saat pembelajaran menulis karangan misalnya, penulis hanya menggiring agar anak paham bentuk karangan. Penulis tidak memberikan tema spesifik mengenai isi karangan. Penulis cukup memberikan stimulus berupa pertanyaan-pertanyaan yang bisa merangsang imajinasi anak saat hendak menulis. Seperti, “Menurutmu, karangan yang menarik itu seperti apa? Bayangkan jika kamu tokoh utama dalam karangan tersebut. Dapatkah kamu menuliskannya?”

Hasilnya isi karya anak jadi beragam. Bahkan, karya sejumlah anak dimuat di media cetak, seperti Kompas, Pikiran Rakyat, Kedaulatan Rakyat dan Riau Pos.

Mengembangkan imajinasi anak merupakan upaya bersama, baik guru maupun keluarga. Setidaknya terdapat tiga cara yang dapat menyemai benih imajinasi anak.

Pertama, perbanyak interaksi dialogis anak dengan sebayanya. Melalui interaksi dialogis, anak akan bertukar cerita dengan sebayanya. Hal ini akan melatih daya nalar anak saat membayangkan cerita yang disampaikan oleh teman sebayanya. Berinteraksi dengan teman sebaya juga dapat menciptakan pengalaman-pengalaman tak terlupa bagi anak. Bekal yang berguna bagi imajinasi anak.

Kedua, lakukan perjalanan keluarga. Upaya ini dilakukan agar menghindari kejenuhan dalam diri anak. Daya imajinasi anak akan bertambah sebab menemukan objek-objek yang dirasa baru baginya. Usahakan terjadi pertukaran dialog antara orang tua dan anak saat mengenalkan objek atau cerita sejarah yang berhubungan dengan tempat yang disinggahi.

Ketiga, selalu mengapresiasi hasil karya anak. Adanya apresiasi berupa pujian dari orang tua terhadap hasil karya, dapat meningkatkan motivasi untuk mengembangkan imajinasi anak. Upayakan juga anak menceritakan alasan membuat karya tersebut. Hal ini bertujuan agar anak semakin terasah merasionalisasikan imajinasinya.

Menyemai benih inspirasi anak adalah upaya bersama. Ikhtiar agar kelak imajinasi dapat tumbuh, subur, dan berbuah menjadi karya yang berdaya untuk semesta.

*Restu Nur Wahyudin. Guru Bahasa Indonesia SMP Islam Dian Didaktika Depok.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

1 komentar:

  1. You really make it seem so easy with your presentation but I to find this matter to be really something which I believe I would by no means understand. It sort of feels too complex and extremely broad for me. I'm looking ahead on your next put up, I will try to get the hang of it! gmail log in

    BalasHapus